Salah satu nilai yang diperjuangkan oleh koperasi adalah kesetaraan. Kesetaraan ini menjadi pokok persoalan yang melekat erat dengan Koperasi Lunung Kunung. Betapa tidak, koperasi ini didirikan oleh kaum perempuan dan hingga kini anggota paling dominan adalah kaum perempuan. Komitmen mereka untuk terlibat dalam pembangunan ekonomi berbenturan dengan struktur sosial yang menempatkan mereka sebagai kaum kelas dua.
Oleh: Timotius T Jelahu, dkk.
LATAR BELAKANG
Dalam Nota Pastoral tahun 2006, para uskup mengidealkan suatu model tata ekonomi yang adil dan tata ekonomi yang sangat menentukan terwujudnya masyarakat yang manusiawi dan bermartabat. Para uskup berkeyakinan bahwa harapan ini dapat terealisasi melalui gerakan mengawinkan usaha credit union dan kewirausahaan (entrepreneurship) di antara orang-orang biasa.
Di Indonesia, credit union (Koperasi Kredit) bukanlah barang baru. Gerakan Koperasi Kredit Indonesia sudah memasuki usia 40-an tahun. Setelah melewati perjuangan panjang, kini Koperasi Kredit Indonesia memasuki masa penguatan atau masa intensifikasi. Masa penguatan ini meliputi Penguatan Organisasi, Penguatan Manajemen dan Penguatan Usaha. Ada pun gambaran tentang perkembangan koperasi kredit di Indonesia 2010 adalah total Cu: 927, Total Members: 1,390,260, Total Savings: Rp6,893,068,982,699,- Outs. Loans: Rp6,312,697,673,479,- Total Assets: Rp8,097,486,428,878,- dan Reserve Funds: Rp335,323,755,331,-. Dengan meyimak ini, maka harapan bapa-bapa uskup tersebut bukanlah tanpa alasan. Pertumbuhan koperasi kredit sangat menjanjikan untuk mewujudkan masyarakat yang manusiawi dan bermartabat. Menurut catatan sejarah, Koperasi Kredit atau Credit Union masuk ke Indonesia paroh waktu 1970-an dan masuk ke Flores 1971.
Dengan merhatikan Nota Pastoral tahun 2006 dan perkembangan yang sangat menjanjikan dari koperasi kredit di Indonesia, kami tertarik untuk berkenalan dan mengalami bagaimana sebenarnya koperasi berkiprah dalam mengentaskan kemiskinan dan sejauh mana koperasi berusaha untuk meningkatkan penghargaan terhadap martabat manusia. Karena itu, di tengah berbagai kesibukan kuliah kami berjuang untuk mengadakan live in di Koperasi Lunung Kunung Maumere dari bulan Maret hingga April 2012.
IMAJINASI TENTANG KOPERASI
Disinyalir bahwa masyarakat Nusa Tenggara Timur umumnya dan lebih khusus masyarakat Pulau Flores kini masih mendekam di bawah garis kemiskinan. Kehadiran koperasi diharapkan menjadi solusi yang tepat untuk memperbaiki situasi ini. Selain untuk memerangai masalah kemiskinan, koperasi juga didirikan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membangun perekonomian. Hal ini bertolak dari kenyataan bahwa masyarakat Pulau Flores memiliki kecendurungan untuk menghabiskan (perilaku konsumtif) ketimbang menabung. Kecemasan lain adalah menguatnya pengaruh pasar global di mana pemilik modal akan menjadi pemenang sementara masyarakat awam (kecil) akan menjadi korban pengerukan yang tidak kasat mata. Koperasi kiranya menjadi benteng bagi masyarakat kecil dari gempuran kaum kapitalis. Dengan demikian, hemat kami, latar belakang pendirian koperasi di pulau ini adalah kemiskinan, minimnya partisipasi masyarakat dalam mengembangkan perekonomian dan menguatnya pengaruh pasar global.
Menurut Dewan Kopdit Dunia, koperasi merupakan suatu badan usaha yang dimiliki sekelompok orang dalam suatu ikatan pemersatu, yang telah berkomitmen menabungkan uang para nasabah sehingga mampu menciptakan modal bersama untuk dipinjamkan di antara sesama mereka dengan bunga yang layak serta demi tujuan produktif dan kesejahteraan bersama. Bertolak dari definisi di atas, ada beberapa hal yang kami bayangkan tentang koperasi:
1. Prinsip-prinsip koperasi kredit:
a. Memiliki keanggotaan secara tebuka dan sukarela
b. Memiliki fungsi kontrol secara demokratis
c. Tidak bertindak secara diskriminatif
2. Pelayanan anggota
Pada prinsipnya, pinjaman diberikan kepada anggota koperasi untuk membantu para anggota dan tidak untuk mencari keuntungan. Para anggota juga tidak terlalu takut untuk meminjam uang di koperasi karena bunganya ringan dan selain itu orang memiliki perasaan bahwa koperasi merupakan badan bersama di mana yang pinjam juga termasuk anggota di dalamnya.
3. Nilai-nilai koperasi:
a. Menolong diri sendiri dan bertanggung jawab kepada diri sendiri
b. Demokrasi dan kesetaraan
c. Keadilan
d. Solidaritas
e. Kejujuran
f. Keterbukaan
g. Tanggung jawab sosial yang tinggi
h. Mengusahakan kesejahteraan anggota
KISAH, PENGALAMAN, DAN INFORMASI
Gambaran Singkat Koperasi Kredit Lunung Kunung
Koperasi Lunung Kunung lahir pada 5 April 1992. Kemudian, sejak tanggal 22 September 2007 Kopdit Lunung Kunung menjadi badan usaha yang berbadan dengan No. 11/ BH/ DK 5/ VIII/ 2007 dengan Nomor Pokok Wajib Pajak: 01.768. 335.0-921.000. Dengan demikian, Koperasi Lunung Kunung merupakan suatu badah usaha yang legal dan mentaati undang-undang perkoperasian yang berlaku di negara Indonesia. Selain berbadan hukum, Kopdit ini juga memiliki struktur organisasi yang terdiri dari pengurus, pengawas dan pengelola.
Pengalaman ada bersama Koperasi Lunung Kunung merupakan pengalaman ada bersama kaum perempuan. Betapa tidak, sejak pendirian hingga saat kami mengalami situasi koperasi, peran kaum perempuan sangat dominan. Koperasi ini didirikan atas inisiatif kaum perempuan. Adalah sosok Ibu Agustina Ero Parera menjadi tokoh yang meyakinkan dan menggerakkan sesama kaum perempuan untuk tidak tinggal diam dalam mengatasi realitas kemiskinan yang mendera rumah tangga. Hingga kini, 75 % anggota koperasi adalah kaum perempuan dengan latar belakang kehidupan yang berbeda.
Lunung kunung berarti bersama-sama bergandengan tangan. Sesuai dengan namanya, Kopdit Lunung Kunung berjuang untuk membangun kopdit kepada arah yang lebih baik. Koperasi senantiasa berjuang untuk mensejahterakan para anggota dengan melayani tanpa pamrih, serta menabung dengan hati nurani yang jujur demi mencapai hasil yang memuaskan. Untuk itu, Kopdit Lunung Kunung merangkul semua anggota dalam semangat persaudaraan, menghormati sesama anggota sebagai pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang sama. Dengan demikian, pengurus, pengawas dan pengelola Lunung Kunung selalu melayani anggota dengan penuh dedikasi dan selalu menyingkirkan kepentingan diri. Selain menumbukan persaudaraan di antara koperasi, koperasi ini bertekat untuk terlibat dalam membangun persaudaraan universal. Karena itu, Kopdit Lunung Kunung selalu terbuka kepada pihak lain. Misalnya, koperasi membangun jaringan dengan koperasi lain, pemerintah dan lembaga-lembaga swasta.
Meskipun ada begitu banyak kopdit yang menjamur di daerah ini, namun Kopdit Lunung Kunung tidak perna merasa pesimis akan eksistensinya dalam usaha untuk membangun masyarakat. Kopdit Lunung Kunung selalu optimis untuk terus berkiprah sebagai wujud kepedulian terhadap masyarakat kecil. Meskipun berada di tengah masyakat patriarkat, kaum perempuan dalam Kopdi Lunung Kunung tidak gentar untuk terus berjuang mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan. Selain itu, kekurangan anggota tidak menjadi penghalang untuk terus berkiprah. Dengan semangat kekompakan dan kebersamaan, mereka tetap maju dan terus melangkah meski terhimpit di antara kopdit-kopdit besar lainnya. Pihak manajemen pada dasarrnya tidak memaksa orang lain untuk menjadi anggota. Namun, koperasi selalu membuka ruang bagi siapa saja yang ingin bergabung.
Untuk menunjang pengelolaan dan pengembangan, koperasi memiliki sarana dan prasarana yang mencukupi. Pertama, Koperasi Lunung Kunung memiliki kantor. Namun, kantor ini juga digunakan sebagai tempat tinggal manajer koperasi. Karena itu, hanya ada dua ruangan yang dipakai sebagai kantor koperasi. Tidak mengherankan bahwa ruangan-ruangan ini amat sempit dan terasa sesak. Kedua, aula/auditorium koperasi. Ukurannya cukup besar dan berada di samping kantor koperasi. Konon, tempat ini dibeli dari seorang muslim yang berpindah ke Ende. Ketiga, sarana-sarana administrasi seperti dua unit komputer, buku-buku administrasi, lemari pengarsipan, dan lain-lain. Singkatnya, pada tahun buku 2010 semua sarana dan prasarana memiliki jumlah nilai buku sebesar, Rp.33.981.500,- diluar nilai gedung untuk kantor dan aula koperasi. Banyaknya sarana dan prasarana tidak mengalami perubahan signifikan pada tahun buku 2011.
Satu kenyataan yang patut mendapat apresiasi adalah bahwa meskipun koperasi ini terbilang kecil di mata masyarakat maupun lembaga keuangan lainnya, namun kopdit ini telah mencapai perolehan aset sebesar satu miliar rupiah. Dengan pencapaian sebesar ini, koperasi ini sudah memasuki jumlah ideal aset koperasi kredit. Namun, demikian jumlah anggota masih sangat kecil di mana pada akhir tahun buku 2011 berjumlah 293 orang . Jumlah ini masih jauh dari harapan ideal jumlah anggota, yaitu 1000 orang.
Ada pun, pekerjaan anggota koperasi adalah ibu rumah tangga dan petani. Berikut kami akan memaparkan gambaran pekerjaan dari anggota yang tergabung sejak tahun 1992-2002. Gambaran pada dekade pertama ini amat berpengaruh pada perjalanan koperasi selanjutnya. Misalnya dalam hal peningkatan jumlah aset yang ada dalam koperasi. Dalam dekade ini laki-lakinya hanya berjumlah 2 orang.
Berdasarkan gambaran di atas dapat dikatakan bahwa anggota koperasi Lunung Kunung lebih banyak didominasi oleh kaum perempuan yang pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga dan petani. Sedikit sekali perempuan yang memiliki pekerjaan cukup bagus, seperti guru dan Pegawai Negeri Sipil. Tentu, gambaran ini bisa menjadi indikator kenapa perkembangan koperasi ini—terutama dalam hal modal—termasuk cukup lamban. Modal dan aset koperasi berjumlah 1,5 miliar rupiah.
Koperasi kredit merupakan merupakan koperasi simpan pinjam. Dengan demikian, pendapatan utama dari koperasi berasal dari bunga pinjaman anggota. Koperasi akan macet kalau anggota tidak lancar dan tidak tepat waktu mengembalikan pinjaman. Berhadapan dengan fenomena ini, pihak pengelola melakukan berbagai cara untuk menyadarkan anggota. Salah satu cara yang kami temukan di Koperasi Lunung Kunung adalah menempelkan pamflet yang bertuliskan persyaratan meminjam di dinding sebelah dalam kantor. Tulisan itu sangat jelas tentang beberapa persyaratan meminjam, yaitu (1) Tujuan: produktif, pendidikan dan kesejahteraan, (2) Kesetiaan menabung: Tidak menunggak simpanan wajib, (3) Kemampuan mengangsur: Pendapatan-biaya hidup keluarga, (4) Prestasi masa lampau: Angsuran teratur, tepat waktu, tepat jumlah, dan (5) Partisipasi dalam berbagai kegiatan Kopdit: RAT dan lain-lain. Hal-hal lain yang harus diperhatikan oleh peminjam adalah (1) Peminjam harus terencana, tepat sasar, tepat guna, tepat jumlah sesuai dengan kemampuan pengembalian, (2) Pengembalian secara teratur, tepat jumlah sesuai dengan perjanjian. Tepat waktu sesuai dengan tanggal jatuh tempo dengan tenggang waktu 4 hari. Lebih dari itu akan dikenakan denda 1% dari sisa pinjaman. Bagi yang melampaui jangka waktu akan dikenakan denda tiap bulan sampai selesai. (3) pinjaman hanya dilayani sampai tanggal 24 setiap bulan. Selain itu, ada dua tulisan yang memberikan awasan kepada anggota, yaitu “Jangan sekali-kali mengkhianati kepercayaan!” dan “Ingat, watakmu adalah nasibmu!”
Merekam Kisah
Pengalaman Pertama: Bertemu Seorang Ibu
Pengalaman pertama terjadi ketika kami (kelompok II) bertemu kelompok sasar. Ketika kami sedang bekerja membantu mencatat jumlah SHU para anggota, seorang ibu masuk. Ibu ini menggunakan kain yang biasa digunakan oleh kaum ibu di Sikka. Warnanya coklat. Sebelum masuk ruang kantor, tepat di depan pintu masuk, ibu ini menanggalkan sepasang sandalnya. Sandal jepit, mungkin Swallow atau Sunly. Pokoknya sepasang sandal jepit. Lalu mengibaskan sedikit kakinya. Baru Si Ibu masuk dan duduk di depan meja pengelola sembari menanti orang yang melayaninya.
Ibu yang usianya kira-kira 40-an tahun ini datang mau mengangsur pinjamannya. Dia memberikan uang tersebut kepada pengurus, Ibu Pince. Kami duduk dan bekerja di dekat ibu yang sedang mengangsur pinjaman ini. Setelah mengangsur, dia memohon pinjaman baru lagi. Ibu Pince terkejut.”Baru datang anggsur, tiba-tiba minta pinjaman baru lagi. pinjaman sebelumnya belum dikembalikan semuanya.” Barangkali komentar seperti ini yang muncul dalam pikirannya Ibu Pince.
Apa yang terjadi dengan Si Ibu? Ternyata, suaminya menderita sakit ginjal. Sudah beberapa minggu. Setelah diperiksakan ke dokter, suaminya menderita sakit ginjal. Dan untuk ini dibutuhkan perawatan dan pengobatan yang serius dan teratur. Apalah dikata, inilah yang terjadi. Ibu Pince kemudian memberikan Si Ibu pinjaman lagi.
Pengalaman kedua: saham Paroki St. Thomas Morus.
Suatu ketika, Ibu Pince menceritakan kepada kami bahwa pegawai paroki sudah meminta dan menarik semua simpanan paroki yang ada di Kopdit Lunung Kunung. Kami tidak tahu pasti alasannya. Dalam hati, kami hanya menduga, barangkali romo dan pegawai di paroki hendak menggunakan uang tersebut untuk membangun dan merampungkan gereja paroki.
Namun, permohonan pegawai paroki ini tidak dikabulkan. Apa sebab? Karena sebagian besar uang ada dan beredar di tangan anggota koperasi. Dan inilah kekhasan koperasi. Uang selalu beredar di tangan anggota. Uang yang ada di kas, di kantor koperasi tidak banyak bila dibandingkan dengan uang yang beredar dan dikelola oleh anggota. Terakhir, sebelum kami pamit dari Lunung Kunung, uang tersebut belum semuanya dikembalikan ke paroki. Ini terjadi karena uang paroki berada dalam jumlah yang amat besar. Ini sangat jauh berbeda dengan uang anggota yang lain di koperasi.
Hasil Wawancara
Hasil wawancara dengan pengelola koperasi
Ada beberapa hal yang menyebabkan pengembalian uang oleh anggota terlambat/lamban: (1) kadang-kadang pinjaman terlalu besar dan pendapatan kecil. Untuk mengatasi hal ini—dalam perkembangan kemudian—kami, para petugas koperasi terjun dan mengecek langsung keadaan para anggota untuk mengetahui apakah mereka sanggup membayar atau tidak. (2) ada anggota yang masuk ke koperasi lain. Hal ini menyebabkan dan mendorong mereka untuk memanfaatkan uang pinjaman untuk membayar pinjaman di koperasi lain. Prinsip gali lubang, tutup lubang. Pinjaman bukan untuk usaha produktif. (3) ada keluhan dari anggota mengenai bunga uang pinjaman. Bungannya terlalu besar, yakni 2,5% per bulan dengan perhitungan menurun. Sementara di koperasi lain bungannya lebih rendah, yakni 1,5% per bulan dengan perhitungan menurun. Ini berlaku di Obor Mas. (4) selain itu, pinjaman cenderung terlambat dikembalikan oleh anggota karena uang yang dipinjam tidak digunakan untuk menambah modal usaha. Uang yang dipinjam malah digunakan untuk membayar uang sekolah/kuliah, membeli perlengkapan rumah tangga termasuk juga membangun rumah. Ini terjadi karena para peminjam memberitahukan maksud lain ke koperasi. Misalnya, uangnya akan digunakan untuk menambah modal usaha tetapi dalam praktiknya tidak.
Koperasi Lunung Kunung amat unik. Anggotanya lebih banyak perempuan. Hal ini dibuktikan oleh data yang mendaftar para anggota yang masuk ke koperasi. Menurut data, anggota awal yang tercatat bergabung di koperasi berjumlah 13 orang. Mereka masuk tanggal 5 April 1992. Semuanya perempuan. Ini berlangsung sampai sekitar tahun 2000 atau 2001 dan yang pasti 2002 karena pada 2002 sudah ada catatan yang jelas mengenai laki-laki yang bergabung. Laki-laki pertama yang masuk sebagai anggota adalah Bapak Paulus Dalla. Beliau dilahirkan pada tanggal 01 April 1948 di Katandelu. Dia masuk koperasi pada tahun 2002 sebagai anggota yang ke-126. Dalam daftar, terdaftar bahwa pekerjaannya sebagai wiraswasta.
Meskipun demikian, terdapat seorang bapak yang menempati nomor urut—sebagai anggota—yang ke-119. Dia berada di antara seorang perempuan yang menempati nomor urut yang ke-118 dan ke-120. Namanya Bapak Bartolomeus Baba. Dia seorang karyawan pastoran St. Tomas Morus, Maumere. Waktunya tidak dicantumkan dalam daftar. Hanya nomor urut, alamat dan pekerjaannya yang jelas. Pada urutan yang ke-118, ditempati oleh seorang perempuan yang masuk koperasi pada tahun 2000. Dan seorang perempuan sesudahnya menempati nomor yang ke-120 pada tanggal 24 Pebruari 2002. Ini jelas menunjukkan bahwa laki-laki baru bergabung di Koperasi Lunung Kunung antara tahun 2000 dan 2001. Jadi, berdasarkan data yang ada dapat dikatakan bahwa laki-laki baru bergabung dalam koperasi ini sekitar tahun 2000 atau 2001 dan yang jelasnya Bapak Paulus Dalla pada tahun 2002.
Pada tahun-tahun setelahnya ada penambahan anggota laki-laki. Pada tahun 2003, mereka berjumlah 3 orang. Tahun 2004 dan 2005 laki-laki yang menjadi anggota berjumlah 7 orang dan 16 orang. Dan dalam tahun-tahun kemudian jumlah laki-laki semakin banyak. Meskipun demikian, jumlah mereka tidak mendominasi jumlah perempuan yang tergabung dalam koperasi ini. Perempuan masih menjadi yang terbanyak di dalamnya. Sampai pada tanggal 23 Maret 2011, jumlah anggota yang terdaftar masuk di Koperasi Lunung Kunung adalah 416 orang. Angka ini cukup menggembirakan. Namun, ternyata tidak sebetah yang diharapkan orang untuk bergabung dalam koperasi. Angka ini semakin menurun karena banyak pula anggota yang menarik diri dan keluar dari koperasi. Ini terjadi baik pada anggota laki-laki maupun anggota perempuan. Terakhir, anggota yang masih aktif dalam koperasi berjumlah 293 orang.
Anggota angkatan pertama yang masuk dan terdaftar di koperasi berjumlah 13 orang. Mereka menjadi anggota koperasi sejak tanggal 5 April 1992. Semuanya perempuan dan ini berlaku sampai tahun—sekitar 2000 atau 2001 dan yang pasti tahun 2002. Sejak tahun 1992 banyak orang yang tergerak dan bergabung dengan koperasi ini. Dan terakhir anggota yang masih aktif berjumlah 293 orang.
Hal lain yang menjadi keunikan koperasi ini ialah bergabungnya para imam diosesan dan biarawan di dalamnya. Bahkan kehadiran mereka menjadi penting bagi keberadaan koperasi ini. Ini kelihatan dengan jabatan yang diembannya. Misalnya yang menjadi penasihat koperasi adalah Rm. Yakobus Soba, Pr. Namun, perlu diingat bahwa awal mula berdirinya koperasi ini bukan karena dorongan para imam diosesan maupun biarawan. Ini semata-mata karena pendirinya, yakni Ibu Ero terdorong untuk membantu dan membarui kehidupan orang-orang kecil dan lemah. Di dalamnya semata-mata karena ada preferential option for the poor. Pilihan perjuangan hidup bagi kesejahteraan orang-orang miskin dan menderita. Sungguh suatu opsi yang amat mulia dari seorang yang berhati mulia dan senantiasa berjuang tanpa mengharapkan pamrih.
Hasil wawancara dengan anggota koperasi
Menurut anggota yang kami wawancarai, RAT berjalan lancar. Meskipun demikian, anggota cukup kecewa karena ada ‘semacam ancaman’ terhadap anggota untuk menghadiri RAT. Anggota juga mengeluh mengenai besarnya biaya yang dipotong bagi anggota yang tidak menghadiri RAT, meskipun uang yang dipotong ini akan dimasukkan lagi ke kas anggota untuk menambah modalnya. Sekadar informasi, sekarang besarnya uang yang dipotong adalah Rp25.000,-. Jumlah ini merupakan jumlah yang mengalami penurunan setelah ada masukan-masukan yang disampaikan oleh anggota kepada pengurus.
Tujuan koperasi adalah untuk membantu anggota yang membutuhkan pinjaman uang, apalagi dalam jumlah yang besar. Berdasarkan pengalaman, masyarakat kecil dan miskin amat sulit untuk mendapatkan pinjaman dari orang-orang kaya (raya) dan dari bank-bank. Mereka tidak mempercayai orang-orang kecil dan miskin. Orang-orang kaya hanya percaya kepada sesamanya yang kaya. Begitu pun dengan bank-bank yang ada di Maumere, baik yang title-nya bank rakyat maupun bank nasional, tidak menaruh kepercayaan kepada orang-orang kecil. Kehadiran mereka hanya untuk para pegawai dan pemilik modal.
Para pengurus dan pemimpin koperasi sudah menjalankan pelatihan-pelatihan tertentu berkaitan dengan koperasi. Ini tejadi pada masanya Ibu Ero. Ibu Ero sering memberikan pelatihan-pelatihan. Selain Ibu Ero, pihak koperasi juga mengundang orang dari koperasi-koperasi lain yang berkompeten dalam menyadarkan dan menambah wawasan para anggota. Dalam praktiknya selama ini, anggota yang aktif ikut dalam pelatihan-pelatihan ini ialah mereka yang rumahnya berada di sekitar koperasi sedangkan mereka yang jauh seperti di Nangarasong tidak hadir.
Hasil wawancara dengan pengelola
Kesulitan regenerasi pengurus KOPDIT Lunung Kunung
Sejak berdirinya Kopdit Lunung Kunung hingga pada awal 2012, kepemimpinan dalam hal ini manager Kopdit masih diemban oleh Ibu Ero yang merupakan pencetus berdirinya Kopdit ini. Beliau merupakan pribadi yang sangat diandalkan karena memiliki segudang pengalaman akan maju mundurnya sebuah usaha bersama. Beliaupada dasarnya tidak memiliki latar belakang pendidikan ekonomi khusus mengenai sebuah Kopdit atau usaha bersama lainnya. Ibu Ero hanya berbekalkan pengalaman-pengalaman kecil dengan banyak mempelajri buku-buku yang berhubungan dengan sebuah usaha bersama yang berorientasi pada kesejahteraan bersama. Namun dalam struktur organisasi Kopdit Lunung Kunung, beliau sangat diandalkan untuk menjabati posisi sebagai manager karena dinilai memiliki skill atau kemampuan memimpin yang sangat baik dan telah terbukti banyak memimpin kelompok usaha bersama dalam kelompok kategorial paroki. Beliau banyak belajar dari para pastor dan pihak-paihak lain mengenai eksistensi sebuah Kopdit serta visi-misinya. Hal ini yang meyakinkan Ibu Ero untuk mendrikan sebuah Kopdit dan memimpinnya dalam kurun waktu yang lama. Beliau baru digantu pada pertengahan tahun 2012.
Adapun alasan mengapa Kopdit ini mengalami kesulitan dalam regenarasi pengurus adalah sebagai berikut:
a. Pada prinsipnya pihak pengurus Kopdit baik itu badan pengurus maupun badan pengawas mengalami kesulitan besar untuk mendapatkan sosok pemimpin yang pantas seperti Ibu Ero karena merasa tidak mampu.
b. Banyak pengurus Kopdit, tidak memiliki latar belakang—pengalamanmengenai sebuah koperasi bahkan belum pernah memimpin sebuah kelompok usaha bersama.
c. Pada prinsipnya para anggota pun pengurus yang bergabung dalam Kopdit ini tidak siap untuk dicalonkan sebagai pemimpin. Orientasi mereka adalah supaya segala kesulitan dalam hal perekonomian dan kesejahterahan dapat sepenuhnya diselamatkan oleh Kopdit.
Kredit macet
Satu hal yang mengganggu stabilitas dan maju mundurnya Kopdit ini adalah masalah kredit macet yang dialami dalam setiap periode. Kredit macet ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni:
a. Pinjaman dari anggota tidak selaras dengan penghasilan yang mereka peroleh. Artinya pinjaman lebih besar dari pendapatan yang diperoleh.
b. Peminjam juga merupakan anggota dari beberapa Kopdit yang ada di Maumere.
c. Sebagian dari para peminjam tidak memiliki keahlian atau kecakapan dalam mengembangkan modal pinjaman tersebut.
d. Peminjam yang mengangsur tidak sesuai dengan target yang telah disepakati yang pada akhirnya berdampak pada RAPBK.
e. Pengembalian peminjam kurang terencana, tidak tepat sasar, tidak tepat guna dan tidak tepat jumlah sesuai dengan besarnya pinjaman.
f. Kredit macet juga kadang terjadi karena ada anggota (peminjam)berpindah tempat tinggal. Ini yang membuat para pengurus mengalami kesulitan dalam penagihan.
Kredit macet juga merupakan suatu kebiasaan yang bukan hanya terjadi pada saat sekarang melainkan juga sudah terjadi sejak dahulu pada setiap badan usaha perekonomian entah itu dalam dunia internasional, nasional maupun lokal.
Berkaitan dengan besarnya pajak
Dalam setiap kelompok usaha bersama yang berbadan hukum, ada kewajiban yang harus diberikan kepada pemerintah, yakni membayar pajak. Pajak ini harus sesuai dengan pasal yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni pasal 25 untuk badan Kopdit dan pasal 21 untuk anggota.
Sehubungan dengan itu, maka Kopdit Lunung Kunung semenjak awal pembentukannya hingga pada Oktobr 2010, telah membuat NPWP karena telah berbadan hukum. Pajak yang diberikan kepada pemerintah memang terasa sangat membebankan bagi pihak Kopdit Lunung Lunung. Namun, mau tidak mau harus tetap diberkan kepada pemerintahsesuai kesepakatan.
Keterlambatan RAT
Keterlambatan RAT dalam Kopdit Lunung Kunung pada dasarnya disebabkan oleh faktor kesibukan para pengurus. Kesibukan ini menyebabkan keterlambatan dalam mempersiapkan bahan-bahan untuk RAT. Gejala keterlambatan ini berimbas pada keterlambatan pembagian SHU kepada para anggota Kopdit. Namun, penyebab keterlambatan RAT ini, selalu disampaikan kepada para anggota Kopdit sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam tubuh Kopdit itu sendiri. Keterlambatan ini juga tidak pernah berlangsung dalam rentang waktu yang lama.
Ketersediaan sarana dan prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana dalam Kopdit Lunung Kunung merupakan anugerah yang layak disyukuri karena amat mendukung penyelesaian segala urusanadministrasi.Satu hal yang patut dibanggakan adalah sarana prasarana ini merupakan hasil keringat pihak Kopdit sendiri dan bukan merupkan bantuan dari lain.
Kesulitan merekrut anggota baru
Hingga saat ini Kopdit Lunung Kunung belum memiliki anggota ideal seperti yang diajukan Puskopdit, yakni 1000 orang. Dikatakan demikian karena anggota Kopdit Lunung Kunung baru berjumlah 293 orang. Meskipun demikian, asetnya telah melebihi ketetapan minimal Puskopdit. Inilah kebanggaan besar bagi Kopdit Lunung Kunung.
Adapun faktor-faktor penyebab kekurangan anggota adalah sebagai berikut.
a. Ada banyak Kopdit yang muncul di wilayah Sikka. Ada persaingan dalam mendapatkan anggota.
b. Ada banyak anggota yang menarik diri dari Kopdit karena tidak mampu membayar angsuran.
Sehubungan dengan perekrutan anggota baru, pihak Kopdit telah berusaha mengadakan sosialisasi melalui seminar dan brosur-brosur. Dan rencana tahun ini,pihak Kopdit Lunung Kunung akan mengadakan sosialisasi dan merekrut anggota di luar Kabupaten Sikka terutama di Flores Timur.
Pada umumnya para peminjam (anggota) tidak mampu mengembangkan modal pinjaman. Beberapa alasan yang bisa disebutkan adalah:
a. Para peminjam tidak memiliki orientasi yang jelas dalam melakukan pinjaman.
b. Para peminjam memiliki banyak kebutuhan dalam kehidupan rumah tangganya. Misalkan membuat rumah, membiayai pendidikan anak-anak, kesehatan dan melayaniberbagai bentuk hajatan dalam masyarakat. Artinya, pinjaman modal tersebut bukan untuk usaha produktif.
Untuk mengantisipasi hal-hal ini, pihak Kopdit memberikan sosialisasi kepada para peminjam baik yang di kota maupun di desa untuk mengembngkan modal melalui usaha-usaha produktif.Para pengurus selalu bersikap tegas terhadap para peminjam dengan bersikap selektif dalam memberikan pinjaman.
Karena Kopdit Lunung Kunung merupakan Kopditnya kaum perempuan, maka berdasarkan data yang ada, kaum perempuan yang lebih banyak meminjam. Tentu ini berkat kerja keras Ibu Ero yang setia memberikan sosialisasi dan dorongan kepada para perempuan. Dampaknya juga nyata dengan cukup banyak kaum perempuan yang sukses mengembangkan modal pinjamannya. Usaha-usaha yang biasa dikembangkan oleh kaum ibu adalah:
a. Usaha tenun ikat
b. Menjual tuak/moke
c. Membuka kios
d. Membuka usaha penetasan telur ayam
e. Beternak ayam potong
f. Membuka usaha sayur dan padi.
Sejak berdirinya Kopdit hingga saat ini, pemerintah tidak pernah menutup mata terhadap Kopdit Lunung Kunung. Satu bentuk dukungan pemerintah adalah dengan memberikan pinjaman lunak dengan bunga 0,5 % bagi Kopdit tanpa adanya denda. Transaksi peminjaman terhadap kopdit ini juga difasilitasi oleh dinas koperasi di Kabupaten Sikka. meskipun pemerintah tidak pernah memberikan bantuan secara tunai, namun dia sudah menunjukkan perhatian yang amat besar bagi kemajuan Kopdit Lunung Kunung.
Di samping itu, pemerintah telah memberikan apresiasi kepada Kopdit Lunung Kunung dalam rupa :
a. Piagam penghargaan tingkat propinsi sebagai Kopdit yang punya prestasi terbaik dengan uang senilai Rp 1.000.000,-.
b. Piagam penghargaan sebagai peserta terbaik dalam expo dan pameran produk asli Sikka terbaik pada peringatan HARKOPNAS ke-64 tahun 2012 di Maumere.
Pemerintah setempat juga telah berjanji menyumbangkan berbagai sarana dan prasarana demi perkembangan Kopdit Lunung Kunung dan kesejahteraan anggotanya.
Sejauh ini, gereja tidak pernah berhenti berjuang untuk menyadarkan masyarakat akan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Contoh konkretnya melalui seruan-seruan profetis di gereja. Para tokoh Katolik senantiasa mengajak semua pihak baik kaum perempuan maupun kaum laki-laki untuk memperjuangkan kesetaraan antarkeduanya. Lebih daripada itu, supaya keduanya bisa hidup dalam situasi yang adil dan tanpa sikap diskriminasi. Gereja juga telah mengajak kaum pria khususnya para bapak untuk tidak mengekang kebebasan kaumibu untuk terlibat aktif dan mengaktualisasikan diri dalam lembaga atau badan usaha yang lain demi hidup yang lebih baik.
Sehubungan dengan kesetaraan ini, para pemimpin gereja telah bekerja sama dengan pencetus Kopdit ini untuk mendirikan Kopdit ini sebagai bentuk bahwa perempuan mampu berdikari. Meskipun tidak menutup kemungkinan bagi kaum laki-laki untuk bergabung dengan koperasi kaum perempuan ini.
Hasil wawancara dengan pendiri sekaligus pengurus (Ibu Ero Parera)
Wawancara Pertama
Berkaitan dengan pendirian koperasi Lunung Kunung. Ada cerita yang amat panjang sebelum sampai ke Koperasi Lunung Kunung.
Koperasi ini didirikan pada tanggal 5 April 1992. Hal ini tertulis jelas pada papan nama koperasi yang terletak pada pintu/gerbang masuk. Pertama sekali saya (Mama Ero) bergelut dengan ide koperasi pada tahun 1971. Angka yang sama merupakan angka tahun berdirinya Paroki St. Tomas Morus, Maumere. Ketika itu, saya menjabat sebagai ketua DPP PSE paroki.
Suatu ketika Pater John menyerahkan sebuah buku kepada saya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian mengenai CU. Hal ini merupakan kesempatan pertama saya berkenalan dengan CU.
Dalam perjalanan selanjunya saya terus tergerak untuk mencari tahu tentang CU karena amat menyentuh hati saya. Berbagai hal ditempuh. Salah satunya ialah mengundang Bapak Romanus untuk memberikan penjelasan mengenai CU. Bukan hanya itu, Bapak Romanus memberikan pula buku yang berisi uraian cukup bagus mengenai CU. Ibu memperbanyak buku tersebut sebanyak 40 ex. Dan saya membagikannya kepada beberapa teman perempuan yang memiliki minat dan ingin mengetahui informasi seputar koperasi.
Semangat saya lahir demi suatu tujuan sederhana, yaitu untuk mengembangkan ekonomi rumah tangga. Memang ada satu pengalaman yang amat menyentuh saya dan ini terjadi ketika saya pergi ke kampung-kampung bersama Pater Hendrik Jawa. Kegiatan ini erat hubungannya dengan tugas saya sebagai anggota kelompok Legio Maria. Sedikit berkaitan dengan kelompok ini, ibu sebelumnya sudah aktif dalam kelompok ini ketika masih muda dan berada di Tomohon, Sulawesi Utara.
Ketika mengunjungi umat ke kampung-kampung, saya amat terharu oleh pengalaman saya melihat rumah-rumah penduduk yang berdinding daun dan sebagian besar perlengkapan-perlengkapan di dapur terbuat dari tanah. Pengalaman ini amat menyentuh hati saya. Dalam hati muncul keinginan untuk terlibat dengan masyarkat kecil dan sederhana serta memperbarui hidup mereka ke arah yang lebih baik. Sungguh saya berniat untuk memperbarui kehidupan mereka.
Dari waktu ke waktu, perasaan ini senantiasa terngiang dalam diri saya. Saya berpikir dan berjuang kira-kira bagaimana caranya mengaktualisasikan keinginan saya untuk memperbarui kehidupan orang-orang kecil. Sampai suatu ketika, tepatnya pada tanggal 8 September 1974 dibentuk CU Deru Dede. CU Deru Dede bukan Koperasi Lunung Kunung. Koperasi Lunung Kunung dibentuk jauh kemudian.
Awalnya, kami hanya menabung. Kegiatan peminjaman di koperasi baru mulai pada tahun 1975.Kami mendirikan koperasi ini bersama kelompok St. Anna. Kami berjumlah 8 orang. Anggota belum sebanyak sekarang. Waktu itu, ibu sudah sebagai bendahara St. Anna.
Setelah koperasi ini dibentuk, kami perlahan-pelan untuk memasukkan iuran. Saat itu iuran wajibnya sebesar Rp100,-. Meskipun demikian, kami amat sulit memasukkan uang sebesar ini setiap bulan.
Koperasi ini bergerak di bidang produktif. Misalnya menjual kue. Pada waktu itu, saya amat memperhatikan penggunaan uang pinjaman dari anggota. Sebagai contoh, saya mencari waktu untuk mengunjungi dan melihat secara langsung usaha yang dilakukan oleh anggota (mama-mama) di pasar. Saya mencari dan mengecek mereka di lapangan kerjanya. Apakah mereka menggunakan uangnya (modal) secara baik dan benar atau tidak?
Setelah saya tahu baik tentang CU, saya memanggil, mengajak dan mengundang orang-orang lain—di luar anggota St. Anna. Upaya ini berhasil sampai merekrut anggota sebanyak 18 orang. Semuanya perempuan.Perinciannya ialah 12 orang merupakan anggota St. Anna dan 6 orangnya bukan anggota St. Anna.
Kami yakin bahwa kegiatan ini bisa membawa perubahan yang baik bagi banyak orang. Keyakinan ini yang mendorong kami untuk mengajak dan mengundang semakin banyak orang. Kemudian, kami mengumpulkan sebanyak 50 orang untuk berkumpul dan mengadakan pertemuan di SD Contoh. Di sana, kami menyampaikan kesaksian kami mengenai sumbangsih CU. Di sana, kami berjuang untuk meyakinkan masyarakat yang lain yang belum bergabung dalam koperasi ini. Ada banyak orang yang mulai tergerak hatinya oleh penggambaran kami.
Namun, kenyataan ini pada akhirnya tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Hal ini beralasan karena kiprah koperasi yang ada pada waktu itu, yaitu Koperasi Kopra tidak menjanjikan perubahan yang baik terhadap masyarakat. Bisa dikatakan bahwa koperasi Kopra gagal menjadi koperasi terdahulu yang sukses. Dia tidak bisa mewujudkan keinginannya untuk membawa perubahan dalam masyarakat. Hal ini melahirkan perasaan skeptis dalam diri masyarakat untuk bergabung lagi dalam lembaga yang namanya koperasi. Kepercayaan masyarakat terhadap koperasi hilang. Yang tersisa hanya kesan negatif.
Kenyataan ini meluluhkan semangat kami dalam berkoperasi—meskipun tak sampai hilang sama sekali. Kami tetap berjalan dengan CU yang sudah terbentuk pada tahun 1974. Kami berjalan perlahan-lahan dengan anggota yang amat sedikit.
Mama juga pernah pergi ke Kupang. Berpindah ke sana mengikuti suami. Di sana, saya juga membuka koperasi. Namanya Koperasi Karitas. Koperasi ini mengalami perkembangan yang meyakinkan. Pada tingkat nasional, koperasi ini mempunyai “nama”. Sekembali dari Kupang, saya tinggal lagi di Maumere. Ibu-ibu yang mengenal ibu dulu, datang dan berdiskusi lagi untuk membentuk kembali koperasi.Koperasi ini kemudian diberi nama Lunung Kunung.Pendasaran pendirian koperasi ini ialah untuk saling membantu dan saling mencintai dalam persaudaraan. ini menantang sikap egoisme dari mama-mama St. Anna.Selain itu, uang bukan menjadi tujuan utama melainkan sebagai sarana. Di samping itu, kami melihat koperasi sebagai wadah keuangan yang dapat menunjang ekonomi secara umum. Koperasi juga merupakan wadah kerja sama. Melalui koperasi, kami mewujudkan cinta kasih kristiani karena di sana terjadi kerja sama. Di sana terdapat nilai sosial yang luhur.
Kami sepakat untuk mengumpulkan uang sebanyak Rp250,-. Setelah ini tercapai baru kami—sebagai anggota—bisa meminjam uang di koperasi. Uang yang dipinjam digunakan untuk tujuan produktif. Uang belum dipakai untuk tujuan yang lain, seperti tujuan pendidikan. Usaha produktif yang dilakukan ialah dengan berjualan di pasar dan membuka kios. Ada anggota yang berhasil dan bisa memperbaiki rumah dan membiayai uang pendidikan dari anak-anaknya.
Ada beberapa hambatan yang saya alami dalam masa-masa awal pendirian koperasi.
Pertama, ada kecurigaan dari anggota masyarakat.Awalnya tidak ada yang mendukung dalam pembentukan dan pendirian koperasi. Ibu hanya mendapat dukungan—melalui renungan-renungan dari Pater John dan Pater Lipus Riwu.
Kedua, adanya kekeliruan dan kesalahpahaman dalam cukup banyak hal.Kesulitan terjadi—misalnya—adanya hambatan dalam pengembalian pinjaman dari anggota. Anggota menganggap koperasi sebagai tempat yang paling mudah untuk meminjam uang. Dengan pengalaman yang sekadarnya, kami tidak mengecek lebih jauh keadaan para anggota. Kepercayaan kami amat besar terhadap laporan anggota saat terjadi peminjaman. Ternyata ketika terjadi hambatan dalam pengembalian modal dan ketika kami mengecek anggota, ternyata anggota tidak menggunakan uang untuk mengembangkan usaha. Uang dipakai untuk membangun rumah, membiayai keluarga yang sakit dan untuk kesejahteraan dalam rumah tangga.
Ketiga, tidak ada orang yang bisa mengadakan sosialisasi secara benar.Kami belum tahu baik tentang administrasi dan ini berlangsung sampai pada tahun 1979. Hanya ada satu kali pihak koperasi LK3I datang dan membagikan kami brosur. Hal didukung karena keterbatasan sarana seperti kantor koperasi. Kantor koperasi baru dibangun pada Oktober 2007. Sebelum ada kantor sendiri, koperasi berada berada di rumah saya.Lamban sekali perkembangannya. Baru ada perkembangan yang cukup berarti setelah laki-laki bergabung.
Hasil Wawancara Kedua
Ibu Ero memiliki kontribusi yang besar bagi keberadaan dan perkembangan Koperasi Lunung Kunung. Beliau merupakan inisiator dan penggerak utama koperasi ini hingga koperasi ini mencapai usia dua puluhan tahun. Kecintaannya terhadap koperasi berangkat dari idealisme koperasi untuk menyejahterakan anggota. Dengan bergandengan tangan, semua anggota berusaha bersama-sama untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Ibu Ero merupakan sosok yang aktik dalam kehidupan menggereja di paroki di mana dia berada. Ia pernah terlibat dalam pengembangan sosial ekonomi dalam lingkungan gereja, baik paroki yang ada di kota, misalnya paroki Naikoten I di Kupang, Paroki Thomas Morus Maumere, dan Paroki Wolofeo yang berada di wilayah yang sangat terpencil di Kabupaten Sikka, NTT. Baik di kota maupun di kampung beliau telah mendedikasikan diri sebagai bentuk keterlibatan awam dalam membangun Gereja.
Ketika ia terlibat dalam pengembangan sosial ekonomomi di Paroki Thomas Morus, Maumere, P. Jhon Priormemberikan buku yang membicarakan tentang koperasi kredit. Beliapun terpikat dengan visi dan misi yang diusung koperasi kredit. Ketertarikan itu menggerakkannya untuk mengenal lebih jauh koperasi kredit. Beliaupun mendekati dan berguru pada Bapak Romanus.Kemudian ia coba mengajak ibu-ibu yang bergabung dalam organisasi rohani St. Anna. Pekerjaan berat adalah meyakinkan anggota dan membebaskan mereka dari rasa traumatis atas Koperasi Kopra yang sahamnya hilang di tangan pengurus. Mereka yang diajakpun mengatakan bahwa Koperasi hanya dibentuk untuk memperkaya pengurus. Tanggapan ini menjadi cambuk yang membuatnya lebih serius dalam mewujudkan impiannya.
Situasi ekonomi rumah tangga yang sangat memprihatinkan meanggerakkannya untuk berbuat sesuatu. Pada tanggal 8 September 1974, bersama teman-teman anggota St. Anna, beliu mendirikan koperasi Deru Dede dengan jumlah anggota 18 orang. Pada mulanya, uang pangkal sebesar Rp 250 dan simpanan wajib sebesar Rp 100. Namun, kegiatan belum berjalan dengan baik. Baru pada tahun 1977, koperasi ini perlahan merangkak dengan jumlah anggota 47 orang.
Pada mulanya, Koperasi hanya memberikan pinjaman produktif kepada sesama kaum ibu. Para ibu itu pun mengembangkan modal dengan berjualan di pasar. Para ibu dibantu untuk bisa mengembangkan pinjaman. Beliu memantau perkembangan usaha kaum ibu rumah tangga itu. Bahkan, beliu mengecek ke tempat mereka berjualan. Upaya ini tampaknya telah memberikan hasil. Mereka berhasil membangun rumah yang lebih layak bahkan mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.
Untuk meningkatkan pemahaman tentang koperasi Kredit, Oma ini berjuanag untuk mengikuti berbagai pelatihan, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Dia pun mendapat kesempatan untuk menghadiri The Asian Conferation of Credit Union di Hongkong dengan topik Women’s Involment In Credit Union yang berlangsung pada 28 Juni-4 Juli 1987. Beliau juga pernah berbagi pengalaman seputar koperasi kredit di Jakarta pada tanggal 7-16 Desember 1981.
Spirit yang menggerakkan perjuangannya adalah melakukan yang baik untuk orang lain. Ketika ada kemauan, Tuhan akan membantu dan melengkapi yang kurang. Bagi beliu, kebahagian suatu perjuangan tidak terletak pada hasil akhir melainkan sejauh mana kita memberikan diri sepenuh hati untuk kebaikan orang lain. Karena itu, ia berpesan kepada kaum ibu untuk rela membuka diri bagi kepentingan bersama. Ketika kaum ibu rela berkorban demi kebaikan orang lain, maka pada saat itu pula kaum ibu akan mengalami kasih Tuhan. Tuhanpun akan turut campur tangan dalam urusan keluarganya. Keluarga bukanlah alasan untuk tidak terlibat dalam membantu keluarga lain.
Kesulitan regenerasi pengurus
Koperasi Lunung kunung sudah memasuki usia dua puluhan tahun. Dalam rentang waktu yang relatif panjang ini, regenerasi pengurus baru terjadi pada tahun 2011. Padahal ibu Ero sudah lama minta untuk mundur dari jabatan pengurus mengingat usia dan kesehatan yang semakin menurun. Tetapi, pergantian ini bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam regenerasi pengurus.
Pertama, orang-orang bergabung dalam keanggotaan koperasi semata-mata karena uang. Koperasi hanya dilihat sebagai sarana untuk menabung dan bahkan lebih mudah mendapatkan pinjaman. Sehingga, koperasi dalam pengertian mereka adalah lembaga keuangan seperti bank, dangan anggota adalah nasabah di mana hubungan dengan koperasi sebatas pada menyimpan dan meminjam uang.Kenyataan di atas diperparah oleh situasi di mana anggota koperasi belum menyadari koperasi sebagai wadah untuk memperkokoh persaudaraan di antara anggota. Hal ini tentu sangat jauh dari cita-cita koperasi. Menjadi pengurus koperasi mengandaikan adanya kesediaan untuk berkorban demi kepentingan bersama.
Kedua, minimnya pelatihan dan kerelaan untuk mengikuti pelatihan di koperasi. Koperasi Lunung Kunung belum memiliki fasilitas yang memadai. Koperasi ini bagu memiliki gedung sendiri pada bulan Oktober 2007 dan baru membangun aula pada tahun 2011. Kenyataan ini sangat tidak mendukung untuk diadakan pelatihan. Walaupun dalam situasi serba kurang, pengurus coba berusahan untuk mengadakan pelatihan. Sayang bahwa, tidak banyak anggota yang merelakan waktu dan berkorban untuk mengambil bagian. Padahal semua anggota koperasi bertanggung jawab untuk memajukan koperasi dan karena itu harus rela untuk mengikuti pelatihan. Tak dapat dipungkiri bahwa menjadi pengurus koperasi berarti siap untuk mengorbakan waktu demi memperhatikan koperasi. Hal ini sangat sulit bagi anggota koperasi mengingat mereka lebih banyak merupakan ibu rumah tangga. Padahal semua anggota punya peluang dan siap untuk menjadi pengurus.
Kredit macet
Persoalan lain yang dihadapi Koperasi Lunung Kunung adalah banyak kredit macet. Kredit macet terjadi karena anggota meminjam tidak sesuai dengan kemampuan. Peminjam dengan mudah dapat membohongi pengurus dan manajer tentang kondisi riil ekonomi masing-masing. Belum lagi, ada pinjaman lari. Artinya setelah meminjam uang dari koperasi, peminjam lari ke tempat lain. Ibu Ero menyadari bahwa situasi seperti ini merupakan buah dari kekurangan personalia, sarana dan prasarana. Dengan demikian, koperasi belum memiliki panitia kredit yang bisa diandalkan. Pinjaman diberikan tanpa dilakukan survei, pemantauan dan juga evaluasi atas pelaksanaan kredit. Situasi dijadikan oleh peminjan sebagai kesempatan untuk mengakali pengurus dan pengelola sehingga dengan mudah untuk mendapat pinjaman, tanpa ada suatu kepastian untuk mengembalikan pinjaman pada waktunya. Dalam pengalaman Ibu Ero, mau tidak mau pengurus harus turun tangan untuk menagih pinjaman dengan mengandalkan dialog dari hati ke hati. Hal ini mau menegaskan bahwa koperasi pertama-tama bukanlah lembaga yang mengutamakan uang melainkan wadah kasih di mana solidaritas harus dijunjung tinggi.
Keterlambatan RAT
Kepuasan anggota seharusnya menjadi tanggun jawab pengurus dan pengelola koperasi. Salah satu hal yang bisa membuat anggota tidak puas dengan koperasi adalah keterlambatan diadakan RAT. Pelaksanaan RAT mengandaikan bahwa pengurus sudah rampung membuat laporan tahunan untuk dipertanggungjawabkan kepada anggota. Di sini, para pengurus harus sungguh tahu tentang seluk beluk koperasi dengan baik. Dengan demikian, laporan bukanlah semata-semata menjadi tanggung jawab pengelola. Pengurus harus terlibat dalam membuat laporan tentang perkembangan koperasi. Hal ini tampaknya menjadi kesulitan mengingat pengurus Koperasi Lunung Kunung lebih banyak berprofesi sebagai guru.
Perekrutan anggota
Idealnya setiap koperasi minimal memiliki 1000 orang anggota. Koperasi Lunung Kunung masih jauh dari kenyataan ideal ini. Padahal koperasi ini sudah berjalan selama 20-an tahun. Pertumbuhan anggota sangat lamban. Berikut alasan-alasan dalam perekrutan anggota.
Pertama, koperasi belum memiliki orang-orang yang bertugas untuk memberikan sosialisasi. Disadari sepenuhnya bahwa kesadaran menabung dari masyarakat masih minim. Selain itu, persoalan lain adalah banyak masyarakat yang masih trauma dengan sepak terjang koperasi pada masa sebelumnya, di mana koperasi menjadi ajang untuk memperkaya para pengurus. Dua persoalan ini menjadikan upaya perekrutan sebagai hal yang tidak mudah. Pada prinsipnya koperasi ini ingin menjangkau siapa saja. Niat baik ini berbenturan dengan situasi riil di mana tidak ada anggota yang bersedia menjadi tim untuk sosialisasi. Dengan demikian, sosialisai sangat bergantung dari masing-masing anggota untuk memperkenal dan mengajak orang lain dan bukannya menjadi program kerja koperasi. Kesulitan ini juga diperparah oleh kenyataan di mana sekian lama koperasi ini hanya beranggotakan kaum perempuan.
Kedua, anggota koperasi belum sepenuhnya memiliki rasa memiliki. Karena koperasi tidak memiliki tim khusus untuk mensosialisasikan dan merekrut anggota, maka harapan terakhir adalah kerelaan dari masing anggota. Kerelaan ini mengandaikan setiap anggota harus punya rasa memiliki. Idealisme ini tampaknya bukanlah hal mudah untuk direalisasikan dengan mengamati sikap anggota yang hanya merasa sebagai anggota pada saat menyimpan dan terlebih mengalami kemudahan dalam memperoleh kredit.
Ketiga, koperasi belum memiliki jaminan-jaminan yang menarik bagi anggota. Ibu Ero melihat bahwa orang cenderung menjadi anggota koperasi karena tersedianya jaminan-jaminan tertentu. Sementara itu, koperasi belum berani untuk mencoba menawarkan tawaran-tawaran yang menarik bagi anggota mengingat pertumbuhan koperasi masih belum mampu menyiapkan jaminan-jaminan yang menarik bagi anggota. Dengan demikian, orang lebih mudah untuk bergabung dengan koperasi yang sudah lama berkembang dan menawarkan jaminan-jaminan yang menggiurkan bagi anggota.
Keempat, keanggotaan ganda. Sama seperti perumpamaan seorang hamba yang mengabdi kepada dua tuan, demikian juga banyak orang yang menjadi anggota dari beberapa koperasi. Hal ini mengakibatkan orang tidak memberikan perhatian maksimal kepada Koperasi Lunung Kunung dan cenderung lebih memberikan perhatian pada koperasi lain yang lebih baik. Dan Koperasi Lunung Kunung hanya menjadi tempat untuk mendapat kemudahan dalam memperoleh kredit atau orang akan datang ke koperasi pada situasi kepepet.
Pengembalian tersendat
Pertama, pinjaman tidak sesuai dengan kemampuan. Sebagaimana yang sudah diuraikan di atas, Koperasi Lunung Kunung belum memiliki panitia kredit. Situasi ini dimanfaatkan oleh anggota untuk mengelabui pengurus tentang situasi riil keadaan ekonominya. Dengan mudah, peminjam mendapat pinjaman yang sangat besar tetapi tidak memiliki jaminan yang cukup untuk mengembalikan pinjaman.
Kedua, mampu tapi lalai. Hal ini besar kemungkinan karena tidak memiliki perencanaan. Hal lebih banyak dialami oleh mereka yang memiliki penghasilan tetap. Jika penagih mendatanginya, mereka akan melunasi kewajibannya.
Ketiga, kesulitan untuk melibatkan pihak ketiga (alat negara). Koperasi ini sudah berbadan hukum. Hal ini memudahkan Koperasi untuk memanfaatkan jasa lembaga peradilan untuk membantu dalam menagih jaminan. Namun, koperasi ini tampaknya trauma dengan kebijakan dari lembaga peradilan yang meminta jaminan yang cukup besar, padahal hutang yang hendak ditagih tidak sebanding. Karena itu, koperasi lebih memilih untuk tidak melibatkan pihak ketiga dalam menagih pinjaman. Sementara itu, peminjam kurang merasa takut untuk berhadapan dengan koperasi yang kurang memberikan efek jera bagi peminjam yang menunggak angsurannya.
Keempat, peristiwa yang diluar dugaan, misalnya sakit. Terkadang peminjam punya niat baik untuk mengembalikan pinjaman pada waktunya. Tetapi pada tanggal jatuh tempo, peminjam bersangkutan mengalami peristiwa yang mau tidak mau dana yang sebenarnya sudah dialokasikan untuk mengembalikan pinjaman harus digunakan untuk menanggulangi masalah yang sedang dihadapi. Atau peristiwa di luar dugaan itu memaksa yang bersangkutan untuk tidak memperhatikan kewajibannya terhadap koperasi.
ANALISIS MIKRO: PENYEBAB MASALAH
Pertumbuhan Modal Tersendat
Salah satu persoalan yang dialami Koperasi Lunung Kunung adalah pertumbuhan modal tersendat. Ada pun sebab di balik persoalan itu adalah sebagai berikut:
Pertama, tunggakan simpanan wajib dan angsuran pinjaman. Persoalan ini merupakan ancaman terhadap pengelolaan koperasi dan meresahkan pengelola dan pengurus. Sebab, hal ini akan menghambat pengelolaan dan penyaluran pinjaman kepada anggota yang lainnya. Berdasarkan laporan data yang ada, ditemukan bahwa :
a. Masih ada anggota yang menunggak simpanan wajib, dan juga ada anggota yang menunggak angsuran pinjaman mencapai ± Rp90.000.000,00.
b. Dalam Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Tahun Buku 2011, pengurus memaparkan bahwa terdapat banyak Anggota yang belum secara sadar untuk melakukan kewajiban mengangsur pinjaman dan banyaknya pula anggota yang menunggak simpanan wajib.
c. Masih ada anggota yang menunggak angsuran 12 bulan Rp44.650.000,-.
Dari berbagai pertemuan, masalah yang paling sering diangkat adalah tunggakan angsuran pinjaman. Setidaknya, hal-hal berikut merupakan penyebab keterlambatan angsuran pinjaman.
1. Ada anggota yang juga menjadi anggota di koperasi lain. Masuknya seseorang ke dalam beberapa kopdit turut berimbas pada pengembalian modal pinjaman. Dikatakan demikian karena jika peminjam tersebut meminjam pada setiap kopdit dengan total pinjaman yang sangat besar, maka dia akan mengalami kesulitan besar dalam mengangsur pinjaman. Hal ini menyebabkan dan mendorong mereka untuk memanfaatkan uang pinjaman untuk membayar pinjaman di koperasi lain. Prinsip gali lubang, tutup lubang.
2. Ada keluhan dari anggota mengenai bunga uang pinjaman. Para peminjam membandingkan besarnya bunga pinjaman dari Kopdit Lunung Kunung dengan setiap kopdit yang ada. Mereka berpendapat bahwa bunga pinjaman Kopdit Lunung Kunung terlalu besar, yakni 2,5% per bulan dengan perhitungan menurun. Sementara di koperasi lain bungannya lebih rendah, yakni 1,5% per bulan dengan perhitungan menurun. Ini berlaku di Obor Mas.
3. Sebagian para peminjam tidak memiliki keahlian atau kecakapan dalam mengembangkan modal pinjaman tersebut. Di sini modal pinjaman tidak digunakan untuk usaha-usaha produktif yang akan membantu dalam kelancaran angsuran. Hal ini terjadi karena peminjam kurang memiliki kecakapan maupun keahlian karena dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan yang sangat minim.
4. Pengembalian dari peminjam kurang terencana, tidak tepat sasar, tidak tepat guna, serta tidak tepat jumlah sesuai dengan kemampuan pengembalian. Di sini, orang sebenarnya mampu tetapi lalai. Hal ini terjadi karena tidak memiliki perencanaan. Jika penagih mendatangi, mereka akan melunasi kewajibannya .
5. Kredit macet juga terkadang terjadi karena ada anggota dalam hal ini para peminjam yang pindah domisili sehingga menyulitkan pengurus dan pengelola untuk menagih.
6. Pinjaman tidak sesuai dengan kemampuan. Sebagaimana yang sudah diuraikan di atas, koperasi Lunung Kunung belum memiliki Panitia Kredit. Situasi ini dimanfaatkan oleh anggota untuk mengelabui pengurus tentang situasi riil keadaan ekonominya. Dengan mudah, peminjam mendapat pinjaman yang sangat besar tetapi tidak memiliki jaminan yang cukup untuk mengembalikan pinjaman. Artinya bahwa ada anggota kopdit yang cendrung berorientasi untuk meminjam modal dalam jumlah yang sangat besar dengan pelbagai macam alasan dan kebutuhan. Namun, sangat disayangkan bahwa besarnya pinjaman itu tidak sebanding atau sangat bertolak belakang dengan penghasilan yang mereka dapatkan setiap bulan. Jadi di sini terdapat faktor ketidakjuran dari anggota atau peminjam akan situasi konkret yang sebenarnya mereka hadapi.
Kedua, simpanan non saham tersendat. Dalam bidang keuangan dan permodalan Koperasi Kredit Lunung Kunung, ada dua bentuk simpanan, yaitu simpanan non saham dan saham. Simpanan di koperasi ini adalah simpanan pendidikan (SISPENDIK) . Adapun kegunaan dari simpanan ini adalah sebagai modal persiapan bagi masa depan anak-anak dari anggota koperasi Lunung Kunung. Simpanan non saham ini memiliki bunga simpanan sebesar 1% / bulan atau 12% / tahun.
Namun Berdasarkan data yang diperoleh, dilaporkan bahwa jumlah simpanan saham mengalami mengalami kenaikan 11,24% dari Rp644.230.525,- menjadi Rp716.634.975. Sementara itu simpanan nonsaham justru mengalami penurunan (-9%) dari 31.186.980 menjadi 28.371.430. Adapun faktor penyebab menurunnya atau tersendatnya simpanan non saham adalah :
a. Para anggota kebanyakan lebih memfokuskan diri pada simpanan saham dan mengabaikan simpanan non saham
b. Para anggota kurang menyadari dengan baik makna simpanan non saham untuk jangka waktu ke depan
c. Sebab yang lain adalah para anggota memiliki semangat menabung yang sangat minim meskipun mereka memiliki cukup banyak modal, namun digunakan untuk hal-hal konsumtif.
Dalam segala badan usaha, setiap pengelolaan terarah pada pertumbuhan modal. Demikian halnya dengan koperasi kredit, pertumbuhan modal sangat menentukan keberlansungannya. Dua masalah-masalah di atas sangat berperan penting pengaruhnya bagi pertumbuhan modal koperasi. Lebih jauh masalah-masalah tersebut disebabkan oleh beberapa hal berikut.
Pertama, kurang terampil dalam mengelola keuangan. Kurang terampil dalam mengelola keuangan sangat nyata dalam hal-hal berikut:
a. Para peminjam tidak memiliki orientasi yang jelas dalam melakukan sebuah pinjaman
b. Para peminjam tidak mampu memiliki terlalu banyak kebutuhan, tetapi tidak terampil untuk membagi dan mengalokasi uang dalam memenuhi pelabagai kebutuhan keluarga
c. Dalam kehidupan keluarga tidak ada rencana anggaran belanja keluarga yang jelas sehingga pengeluaran uang tidak tertib
Kedua, kekurangan personalia dalam pengelolaan. Kopdit Lunung Kunung cukup tersedia pelbagai sarana dan prasarana yang sangat membantu kinerja, seperti gedung kantor, gedung aula dan berbagai sarana pembukuan. Namun sangat disayangkan bahwa meskipun kopdit lunung kunung memiliki ketersediaan sarana dan prasarana yang mencukupi, namun personalianya masih sangat minim. Situasi ini berimbas juga pada mandeknya kinerja koperasi karena satu orang akan merangkap lebih dari satu pekerjaan.
Ketiga, motivasi menjadi anggota koperasi hanya untuk kemudahan mendapatkan pinjaman. Artinya bahwa ada segelintir anggota koperasi yang salah memaknai kehadirannya untuk bergabung menjadi anggota kopdit. Orientasi mereka adalah dengan menjadi anggota kopdit, mereka mendapat kemudahan pinjaman modal untuk melayani kebutuhannya.
Ketidakadilan dan sikap diskriminatif terhadap perempuan akibat jender
Pada bagian ini, kelompok kami mengklasifikasikan beberapa tanda yang mengindikasikan bahwa dalam Koperasi Lunung Kunung terdapat persoalan ketidakadilan dan diskriminasi yang disebabkan kenyataan gender. Indikator pertama ialah kesulitan regenerasi pengurus. Beberapa hal yang terungkap dalam wawancara menunjukkan hal ini. Selama ini—lebih kurang belasan tahun—Lunung Kunung amat bergantung pada figur tertentu. Di sini adalah Ibu Ero. Ibu Ero merupakan sosok yang bisa memimpin, berpengalaman dalam berorganisasi. Meskipun tidak mengikuti pendidikan khusus berkaitan dengan koperasi, Ibu Ero bisa berkoperasi secara baik. Hal ini berkat semangat belajarnya (secara otodidak).
Lalu mengapa kesulitan ini terjadi? Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata (1) faktor ketidaksiapan anggota untuk dicalonkan sebagai pemimpin menjadi penyebabnya. Mengapa? Karena pengetahuan anggota Koperasi Lunung Kunung mengenai koperasi minim. Anggota tidak tahu banyak tentang koperasi. Ini terjadi karena faktor pendidikan mereka yang umumnya rendah.
Alasan (2) yang menjadi penyebab kesulitan regenerasi pengurus ialah anggota tidak percaya diri atau merasa tidak mampu. Mengapa? (i) karena rendahnya pendidikan anggota. Hal ini terjadi karena masyarakat masih melihat perempuan sebagai kelompok kelas dua dalam masyarakat. Laki-laki yang lebih diutamakan dalam menyekolahkan anak apalagi ke jenjang perguruan tinggi. Dan ini terjadi karena budaya patriarkat yang melekat dalam masyarakat.
Alasan (ii) yang membuat anggota tidak percaya diri atau merasa tidak mampu ialah minimnya pengalaman dalam berorganisasi terutama dalam hal menjadi pemimpin organisasi/kelompok. Penyebabnya ialah karena banyak koperasi perempuan dan mereka—selain menghabiskan waktu untuk bekerja di luar rumah—juga menghabiskan sebagian besar waktu di dalam rumah. Dalam hal ini, kaum perempuan (mama/ibu) bertugas menjaga anak-anak dan mengurusi mereka serta suami. Kaum laki-laki (suami) enggan mengurus pekerjaan dalam rumah. Bahkan dalam masyarakat sudah ada pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki tidak terbiasa mengurus pekerjaan perempuan. Ini terjadi karena situasi sosial masyarakat yang tercipta dalam kurun waktu yang tidak sedikit dan secara tidak sadar. Ini berakhir pada apa yang dinamakan dengan budaya patriarkat.
Alasan (iii) ialah minimnya pelatihan bagi anggota. Ini terjadi karena belum adanya tempat yang layak untuk membuat pelatihan dan mengumpulkan anggota serta adanya kesulitan untuk mencari anggota yang kompeten dalam memberikan pelatihan.
Indikator kedua ialah banyak anggota keluar dari koperasi. Kenapa? Karena mereka tidak mampu membayar angsuran (pinjaman dari koperasi). Ini memang masalah yang hampir dialami oleh semua koperasi. Masalah ini kemudian dikenal dengan istilah penyakit kredit. Kenapa hal ini terjadi? Ini terjadi karena penghasilan anggota lebih kecil daripada pinjamannya. Dan setelah dilihat lebih jauh, penyebabnya ialah pekerjaan anggota yang banyak sebagai ibu rumah tangga dan petani. Mereka tidak punya keahlian/kecakapan yang cukup dalam mengembangkan modal pinjamannya. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya pendidikan dan pengalaman yang kurang dari anggota. Setelah ditelusuri lebih jauh lagi. Ini diakibatkan oleh situasi sosial masyarakat yang melihat perempuan sebagai kelas dua. Dan ini merupakan produk budaya patriarkat yang masih kuat.
Indikator ketiga ialah sosialisasi sangat minim. Hal ini terjadi karena (1) tenaga (berpengalaman) yang bergabung di Koperasi Lunung Kunung masih kurang. Alasan (2) ialah pekerjaan anggota banyak. Anggota yang didominasi oleh perempuan bekerja di luar rumah pun di dalam rumah (sebagai ibu rumah tangga). Sebagai ibu rumah tangga mereka mengurus keluarga termasuk suami. Ini merupakan produk situasi sosial yang tercipta dan terkondisi dalam masyarakat. Produk budaya patriarkat.
Alasan (3) ialah orang-orang masih pesimis dengan koperasi. Berkaitan dengan ini, anggota belajar dari pengalaman sebelumnya. Pernah terjadi koperasi hanya untuk memperkaya pengurus. Misalnya Koperasi Kopra. Alasan (4) adalah orang tidak mau menjadi tim sosialisasi karena anggota (i) merasa tidak mampu dan ada rasa “kurang” sebagai perempuan. Ini berkat hasil pendidikan yang minim dalam diri anggota. Alasan (ii), anggota tidak punya rasa memiliki terhadap koperasi. Pengetahuan akan koperasi masih rendah. Koperasi sama dengan bank.
Indikator keempat adalah banyak anggota koperasi terdiri dari kaum perempuan. Ini mengakitbatkan perkembangan koperasi lamban. Setelah ada laki-laki yang bergabung, koperasi mengalami perkembangan yang cukup baik. Untuk diketahui, Koperasi Lunung Kunung didirikan oleh seorang perempuan dan atas prakarsa seorang perempuan. Pendirian ini terjadi semata-mata karena keprihatinan dan cintanya terhadap kesejahteraan keluarga/rumah tangga. Dalam pengamatannya, banyak masyarakat hidup miskin. Untuk mengatasi hal itu, dibentuklah koperasi. Koperasi kaum perempuan/ibu-ibu.
Habitus Konsumtif
Pertumbuhan koperasi kecil
Selama tiga tahun terakhir, salah satu masalah yang selalu menjadi keprihatinan Koperasi Lunung Kunung adalah pertumbuhan anggota koperasi sangat kecil. Pertumbuhan itu sangat jauh dari harapan ideal untuk suatu pertumbuhan anggota koperasi yang ditetapkan oleh Inkopdit, yaitu 35%/pertahun. Karena itu, hampir dalam setiap kesempatan pertemuan, pengurus dan pengelola bertekat untuk merekrut anggota baru. Bahkan bagi anggota yang berhasil merekrut satu anggota baru akan diberi bonus Rp. 25.000.
Dalam Keputusan RAT 2009, koperasi menetapkan jumlah anggota pada tahun buku 2010 sebisa mungkin mencapai 350 orang. Harapan ini kandas dan hingga akhir tahun buku 2010 anggota Koperasi hanya berjumlah 276 orang. Jumlah anggota yang masuk sebanyak 21 orang dan anggota yang keluar sebanyak 19. Kemudian, keputusan RAT 2010 juga masih menetapkan target yang sama untuk tahun buku tahun 2011. Namun, lagi-lagi target ini tidak tercapai. Jumlah anggota yang bergabung menjadi anggota Koperasi lunung Kunung adalah 27 orang. Namun, selama tahun buku 2011 jumlah anggota yang keluar dari koperasi 10 orang. Dengan demikian jumlah anggota pada tahun buku 2011 adalah 293 orang.
Koperasi ini sudah berjalan dua puluhan tahun. Tetapi hingga kini jumlah anggota belum mencapai jumlah yang diidealkan dari koperasi kredit, yaitu sebanyak 1000 orang. Pertanyaan yang muncul di sini adalah mengapa pertumbuhan anggota koperasi lamban. Setelah dicarai tahu, tampaknya ada beberapa faktor yang membuat pertumbuhannya lamban.
Pertama, sosialisasi belum berjalan maksimal. Dalam Wawancara dengan pengurus, tampaknya mereka telah berusaha dengan mengadakan sosialisasi kepada semua pihak melalui seminar tentang kopdit Lunung Kunung dan juga penjelasan melalui brosur-brosur yang telah dibagikan. Dengan demikian, timbul pertanyaan mengapa, pertumbuhan anggota dari tahun ke tahun tetapi saja tidak bagus? Tampaknya sosialisasi itu belum maksimal. Hal ini sangat jelas dalam informasi yang diberikan oleh Ibu Ero Parera berikut ini. Beliau mengatakan bahwa koperasi belum memiliki orang-orang yang bertugas khusus untuk memberikan sosialisasi.
Pada prinsipnya koperasi ini ingin menjangkau siapa saja. Niat baik ini berbenturan dengan situasi riil di mana tidak ada anggota yang bersedia menjadi tim untuk sosialisasi. Dengan demikian, sosialisai sangat bergantung dari usaha soporadis masing-masing anggota. Kesulitan ini juga diperparah dengan kenyataan di mana sekian lama koperasi ini hanyan beranggotakan kaum perempuan.
Kedua, dalam diri anggota belum ada rasa memiliki terhadap koperasi. Karena koperasi tidak memiliki tim khusus untuk mensosialisasikan dan merekrut anggota, maka harapan terakhir adalah kerelaan dari masing-masing anggota. Kerelaan ini mengandaikan setiap anggota harus punya rasa memiliki. Idealisme ini tampaknya bukanlah hal mudah untuk direalisasikan dengan mengamati sikap anggota yang hanya merasa sebagai anggota hanya pada saat menyimpan dan terlebih saat mengalami kemudahan dalam memperoleh kredit.
1. Koperasi belum menawarkan jaminan-jaminan istimewa untuk anggota. Hingga kini koperasi belum memiliki jaminan-jaminan yang menarik bagi anggota. Ibu Ero melihat bahwa orang cenderung menjadi anggota koperasi karena tersedianya jaminan-jaminan tertentu. Sementara itu, koperasi belum berani untuk mencoba menawarkan tawaran-tawaran yang menarik bagi anggota mengingat pertumbuhan koperasi masih belum mampu menunjang untuk menyiapkan jaminan-jaminan yang menarik bagi anggota. Dengan demikian, orang lebih mudah untuk bergabung dengan koperasi yang sudah lama berkembang dan memiliki jaminan-jaminan yang menggiurkan bagi anggota.
2. Banyaknya koperasi kredit di wilayah ini. Situasi ini memungkinkan seseoran menjadi anggota untuk dua atau lebih. Hal ini akhirnya, orang tidak memberikan perhatian maksimal pada salah satu koperasi, teristimewa kepada koperasi Lunung Kunung. Bahkan koperasi Lunung Kunung hanya menjadi tempat untuk mendapat kemudahan dalam memperoleh kredit jika mengalami kesulian di koperasi lain. Dengan kata lain, orang akan datang ke koperasi tunggu pada situasi kepepet.
Pinjaman untuk tujuan kosumtif lebih besar dari pinjaman untuk usaha produktif
Salah satu penyakit yang mengidap dan mengancam keberadaan koperasi adalah penyakit kredit. Untuk menghindari penyakit itu, Gubenur NTT, Frans Lebu Raya mengingatkan agar koperari lebih mengutamakan pinjaman untuk usaha-usaha produktif. Pentingnya usaha produktif bagi perkembangan koperasi juga ditegaskan Wabup Sikka, dr. Wera Daminaus. Beliau mengatakan demikian: “Keberhasilan suatu koperasi terletak sepenuhnya di tangan anggota. Karena itu, anggota koperasi diharapkan dapat melakukan usaha produktif karena akan menjamin kelancaran pengembalian pinjaman. Singkatnya, anggota koperasi harus rajin simpan, rajin pinjam, rajin angsuran dan rajin usaha.”
Menurut pengakuan Ibu Ero Parera, pada masa awal koperasi ini dibentuk, pinjaman hanya diberikan untuk tujuan produktif. Hal ini terinspirasi pada Koperasi Deru Dede yang pernah dirintisnya. Tetapi, lambat laun dengan pertimbangan untuk membantu anggota dalam meningkatkan kesejateraan, pinjaman lain juga dilayani. Sayangnya, perkembangan koperasi menunjukkan bahwa pinjaman untuk kesejahteraan jauh lebih besar ketimbang pinjaman produktif.
Ketika anggota koperasi diwawancarai tentang keterlambatan pengembalian pinjaman oleh anggota, salah satu jawaban yang diberikan adalah dipinjam tidak digunakan untuk menambah modal usaha. Uang yang dipinjam malah digunakan untuk membayar uang sekolah/kuliah, membeli perlengkapan rumah tangga termasuk juga membangun rumah. Hal yang sama juga diutarakan oleh pengelola koperasi. Mereka menjelaskan bahwa para peminjam dalam hal ini para anggota tidak mampu mengembangkan kredit karena Para peminjam memiliki terlalu banyak kebutuhan dalam kehidupan rumah tangga, misalkan untuk pembuatan rumah, pendidikan anak, kesehatan, serta berbagai bentuk hajatan. Artinya pinjaman modal tersebut bukan demi sebuah usaha produktif
Pada prinsipnya pengurus dan pengelola mengutamakan pinjaman produktif. Mereka mengakui bahwa ada anggota yang berhasil dalam mengelola pinjama produktif seperti membuka usaha Usaha tenun ikat, Penjualan moke, Usaha kios, Penetasan telur ayam, Penggemukan ternak ayam potong, Kelompok petani sayur, padi, dll. Namun, seringkali pengelola dan pengurus kecolongan karena para peminjam memberitahukan maksud lain ke koperasi—misalnya uangnya nanti akan dipakai untuk menambah modal usaha—dan dalam praktiknya. Dalam kenyataan, uang dipakai bukan untuk menambah modal.
Dua persoalan yang dipaparkan di atas, yaitu pertumbuhan anggota koperasi kecil, dan pinjaman untuk tujuan kosumtif lebih besar dari pinjaman untuk usaha produktif disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
Pertama, kesadaran untuk menabung masih rendah. Berkaitan dengan kesadaran menabung yang rendah ini secara inplisit ditemukan dalam Lampiran Keputusan RAT XVI Tahun Buku 2010 koperasi bertekat untuk meningkatkan Simpanan Non Saham Anggota, yaitu Simpanan Pendidikan ( SIPENDIK ). Untuk para anggota disarankan untuk aktif dalam simpanan non saham SISPENDIK. Tentang kesadaran menabung ini juga bisa terbaca dalam Notulen Rangkuman Pertemuan Pra-RAT 2010 yang menekankan pentingnya meningkatkan simpanan non saham. Kesadaran menabung juga tampak dalam informasi yang diperoleh dari ibu Ero di mana orang menjadi anggota koperasi hanya untuk memperoleh kemudahan dalam pinjaman.
Kedua, budaya pesta. Akhir-akhir ini, pesta budaya hampir jarang dilakukan. Tampaknya pesta budaya tersublimasi dalam acara-acara syukuran. Acara-acara syukuran dibuat sama seperti pesta budaya. Akibatnya, peristiwa pernikahan, peristiwa sambut baru , peristiwa kelulusan sekolah, dan peristiwa syukur lain dibuat sama seperti pesta budaya. Dan khusus berkaitan dengan pesta sambut baru, di Maumere peristiwa pesta sambut baru sudah dilihat sebagai sebuah tradisi.
Fenomena pesta budaya tersublimasi ke dalam acara-acara syukuran kemudian menjalar dalam pandangan dan kebiasaan masyarakat sehingga segala jenis acara syukuran ‘harus’ dipestakan. Orang bahkan merasa janggal, aneh, dan malu kalau suatu peristiwa syukur tidak dipestakan. Di sini, budaya pesta akhirnya lahir. Pesta diselenggarakan sebagai bentuk dari ungkapan kegembiraan dan rasa syukur. Orang bersyukur atas berbagai rejeki, keselamatan, kebahagiaan, keberhasilan dan maupun atas kemenangan yang diperoleh. Dalam pesta orang-orang bergembira. Dengan bergembira pesta menjadi meriah.
Ketika pesta menjadi suatu budaya, maka itu berarti pesta telah menjadi kebiasaan dan sedikit ‘terpaksa’ menjadi suatu keharusan (ada nilai keterikatan). Dengan demikian, yang diutamakan dalam budaya pesta adalah pesta itu sendiri. Salah satu aspek eksternal yang dianggap penting adalah kesediaan menyantun sumbangan/dana untuk kelangsungan acara. Orang akan malu kalau tidak terlibat dalam hajatan orang lain. Berkaitan dengan hal ini, pesta yang telah menjadi budaya akan menimbulkan pemborosan ekonomi. Pemborosan ini tidak lagi dilihat sebagai masalah manakala masyarakat memiliki cara pandang yang mengutamakan kehidupan saat ini. Mereka berujar demikian: “yang sangat penting bagi kami kaum awam adalah selalu berprinsip bahwa hidup ini hanya sementara saja dan yang selalu kami lakukan adalah selalu merasa bangga dan puas dengan segala sesuatu yang kami miliki saat ini”.
Ketiga, Pendidikan wiraswasta minim. Bapak Romanus Woga mengatakan bahwa maju mundurnya koperasi kredit bergantung pada beberapa hal berikut. Pertama, memperhatikan pendidikan dan pelatihan bagi manajemen. Kedua, memperhatikan sumber daya manusia. Ketiga, wajib audit. Keempat, menajemen dan pengurus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang koperasi.Minimnya usaha produktif juga bisa dilatari oleh minimnya pendidikan wiraswasta.
Meskipun faktor pendidikan itu penting, Koperasi lunung kunung baru memberikan pelatihan manajerial untuk pengurus dan pengelola. Sementara itu, kepada para anggota hanya diberi pelatihan awal tentang hal-hal perkenalan seperti, hak dan tanggung jawab anggota. Dalam lampiran Keputusan RAT XVI Tahun Buku 2010 tertuang keputusan untuk mengadakan pelatihan. Namun, pelatihan itu sebatan untuk meningkatkan pemahaman anggota akan Koperasi Kredit yaitu dengan kegiatan Pendidikan Dasar bagi anggota dan bukannya untuk pendidikan wirausaha.
FAKTOR PENYEBAB: ANALISIS AKAR MASALAH
Sejauh penelitian kami, ada tiga persoalan pokok Koperasi Lunung Kunung, yaitu masalah pertumbuhan modal sersendat, masalah habitus konsumtif dan masalah ketidakadilan dan sikap diskriminatif terhadap perempuan. Masalah pertumbuhan modal dengan indikasi tunggakan simpanan wajib dan angsuran dan simpanan non saham disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurang terampil dalam mengelola keuangan, kekurangan personalia dalam pengelolaan dan motivasi menjadi anggota koperasi hanya untuk kemudahan mendapatkan pinjaman. Sementara itu, masalah habitus konsumtif yang terindikasi dalam soal pertumbuhan koperasi yang kecil dan pinjaman untuk usaha produktif sangat kecil disebabkan oleh kesadaran untuk menabung masih rendah, budaya pesta dan Pendidikan wiraswasta minim. Terakhir, masalah ketidakadilan dan diskriminatif terhadap perempuan yang terbaca dari kesulitan regenerasi pengurus, sosialisasi sangat minim, banyak anggota keluar dari koperasi dan banyak anggota koperasi dari kaum perempuan. Masalah diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan ini disebabkan oleh banyak hal yang pada akhirnya adalah memposisikan perempuan sebagai kelas kedua dalam masyarat sehingga perempuan tidak bebas untuk mengantualisasikan diri.
Dari tiga persoalan di atas, tampaknya persoalan ketidakadilan dan diskriminasi terhadapa perempuan merupakan persoalan utama. Dalam hal ini perempuan belum bisa mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Struktur sosial memposisikan kaum perempuan berada di bawah kaum laki-laki. Segala keputusan penting dalam masyarakat bergantung pada kaum laki-laki. Karena itu, para perempuan yang tergabung dalam koperasi ini belum bisa bergerak sebebas-bebasnya. Situasi isi sangat berandil dalam mendatangkan dan/atau memelihara dua persoalan lainya yang pada akhirnya sangat menggangu pengembangan koperasi.
ANALISIS MAKRO: MEMBACA PERSOALAN DALAM KONTEKS YANG LEBIH LUAS
Berdasarkan uraian di atas, kami (kelompok) melihat lebih jauh sebab-penyebab yang melahirkan kesulitan-kesulitan atau indikator-indikator yang memunculkan adanya ketidakadilan dan sikap diskriminasi akibat gender. Berikut kami akan menyajikan penyebab personal dan strukturalnya.
Pertama, perempuan merasa tidak mampu atau kurang percaya diri dalam berorganisasi terutama untuk menjadi pemimpin. Hal ini, disebabkan oleh pengalaman memimpin dari kaum perempuan yang kurang. Persoalan ini bisa dilihat—salah satunya—dalam Rapat Anggota Khusus (RAK) Puskopdit Flores Mandiri. Dalam rapat itu mereka membicarakan masalah kesetaraan laki-laki dan perempuan secara serius. Para peserta mengamati bahwa keikutsertaan perempuan dalam mengurus dan mengelola koperasi masih kurang. Dewan pimpinan koperasi masih didominasi oleh laki-laki. “Kemudian dalam menyikapi hal ini, mereka menetapkan semacam aturan atau panduan bahwa posisi pengurus pun pengawas koperasi kredit/CU hendaknya 30% dari antaranya perempuan”.
Pengalaman ini terjadi karena pendidikan perempuan yang minim dan rendah. Perempuan tidak banyak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Memang, perempuan memiliki semangat yang tinggi untuk bersekolah dan belajar. Namun, mereka terbentur dengan situasi yang tidak mendukung mereka untuk bersekolah. Lebih jauh daripada itu, situasi ekonomi yang tidak maju-maju di daerah ini dan di negeri ini mendukung terjadinya hal pahit ini. Di sini, kemudian muncul penggunaan skala prioritas dalam pendidikan. Tentu ini terjadi dalam keluarga. Dan pasti, yang diutamakan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi ialah laki-laki. Masyarakat lebih mengutamakan laki-laki. Kenyaataan minimnya pendidikan ini juga diakui oleh seorang perempuan pendukung teologi feminis.
Ilusi tentang superioritas kaum laki-laki tercipta oleh karena rendahnya pendidikan dan keterampilan kaum perempuan. Seandainya kaum ini dididik sama baik seperti halnya kaum laki-laki, maka mereka akan menguasai berbagai keterampilan dan ilmu pengetahuan, sama seperti yang dimiliki oleh kaum laki-laki.
Selanjutnya, hal ini—kalau dilihat pemerkaitannya—akan berujung pada perendahan martabat kaum perempuan, perendahan martabat manusia.
Dari aspek struktural, subordinasi terhadap perempuan dilatari oleh adanya stigmanegatif terhadap perempuan. Beberapa contoh stigma negatif ini: menganggap perempuan sebagai makhluk yang lemah, tak berdaya, halus, lambat, peka, pasrah dan emosional. Dan berkaitan dengan anggapan-anggapan seperti itu, Robert Mirsel dalam hasil penelitiannya di Sikka menyatakan seperti berikut.
Kaum perempuan umumnya merasa memiliki dan mengalami bahwa dalam beberapa hal mereka dilibatkan dalam seluruh proses, namun dalam kebanyakan program pengembangan, mereka tidak dilibatkan untuk menyumbangkan ide/gagasan, merencanakan dan memonitor serta mengevaluasi program-program pengembangan di desa mereka.
Ini melahirkan konsep dalam masyarakat bahwa perempuan merupakan makhlus kelas dua.
Setelah dikaji lagi, pikiran ini lahir dari pengaruh agama (termasuk budaya) yang mengandung nilai-nilai dan ajaran-ajaran diskriminatif yang kuat di dalamnya.Tentu ini didorong pula oleh pengalaman dan cara tafsir yang amat diskriminatif terhadap tesk-teks kitab suci. Pengalaman yang dimaksud di sini ialah pengalaman penafsir (laki-laki) yang hidup dalam budaya patriarkat yang lama dan kuat. Pengalamannya amat mempengaruhi hasil penafsiran. Contoh teks kitab suci yang sangat mungkin melahirkan tafsiran diskriminatif dan melegalkan hal tersebut adalah sebagai berikut.
(1) 1Kor 14:34:
Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat.
(2) 1Timotius2:12-14:
Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya untuk memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri. Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa.
Kenyataan ini juga (budaya patriarkat) ada dan terjadi di wilayah Nusa Tenggara dan diakui oleh Gereja-Gereja wilayah regio gerejawi Nusa Tenggara. Hal ini yang mendorong mereka untuk membicarakan persoalan kesetaraan jender dalam pertemuannya di Sumba pada tanggal 24-30 Juli 2003. Berkaitan dengan ini, Gereja menegaskan: “Gereja menolak segala sikap dan perilaku yang diskriminatif terhadap perempuan dan mendukung segala usaha untuk menentang tindakan kekerasan terhadap perempuan.”
Penanaman nilai agama dan budaya yang diskriminatif ini tentu diprakarsai oleh laki-laki. Laki-laki yang menganggap dirinya kuat dan pantas menjadi penguasa dalam kehidupan bermasyarakat. Dan di Sikka kenyataan yang tidak adil ini sungguh hidup. Hal ini pun yang menjadi tantangan Truk-F Divisi perempuan yang ada di Maumere. Menurutnya, di Kabupaten Sikka “sebagian besar keputusan sangat bergantung kepada kaum laki-laki. Laki-laki bisa berbuat apa saja terhadap perempuan”.
Selain itu, pada tingkat nasional kenyataan ketidakadilan ini juga ada. Pernyataan Bapak Romanus Woga meyakinkan situasi ini. Romanus Woga, dalam pemaparannya pada acara lokakarya nasional (Loknas) dengan materi “Kemitra sejajaran Pria dan Wanita dalam CU” di Yogyakarta tanggal 16 Mei 2012 pada Group “Youth dan Woman” pernah menyitir pengalaman nyata pribadinya ketika terjadi pemilihan pengurus dan pengawas di tingkat sekunder daerah Puskopdit (Swadaya Utama) Maumere bahwa cuma ada satu calon perempuan dan satu-satunya perempuan tersebut malah tidak terpilih. Cerita seperti ini bukan hanya terjadi di Maumere bahkan di seluruh wilayah Indonesia.
Selanjutnya, kenyataan ini diperparah oleh kebijakan-kebijakan penguasa/pemimpin yang tidak memihak kaum minoritas—perempuan. Pada akhirnya, kenyataan ini berujung pada perendahan martabat perempuan—perendahan martabat manusia.
Di samping itu, pada tingkat nasional pernah dan bahkan sering dibicarakan penghapusan sikap diskriminatif terhadap perempuan. Lebih daripada itu, pemerintah Indonesia telah membicarakan persoalan ini secara serius. Hal ini terjadi, mengingat bahwa terdapat banyak bidang kritis yang dialami oleh perempuan Indonesia—hal yang sama pernah didiskusikan dalam konferensi dunia tentang perempuan. Bidang-bidang kritis itu meliputi: perempuan dan pendidikan, pendidikan dan pelatihan bagi perempuan, perempuan dan kesehatan, tindak kekerasan terhadap perempuan dan perempuan dan pengambilan keputusan.
Pada tingkat Asia juga terdapat indikasi bahwa relasi antara perempuan dan laki-laki tidak harmonis. Di sana, masih terdapat perlakuan yang diskriminatif terhadap perempuan. Perempuan sering mangalami perlakuan yang tidak adil dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Kenyataan ini yang mendorong para waligerega Asia (FABC) untuk menyikapi pula persoalan jender yang diskriminatif di Asia. Dikatakan bahwa:
Kami mengakui bahwa kebudayaan-kebudayaan di Asia menghargai keluarga dan relasi kekeluargaan. Namun, ada diskriminasi yang tersebar luas terhadap anak perempuan, pengguguran atas jabang bayi perempuan, tindak kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dewasa dan anak gadis di dalam keluarga serta sikap hormat kepada kehidupan pada umumnya.
Begitu pun pada tingkat yang lebih luas, perempuan masih mengalami tindakan-tindakan yang tidak adil dan diskriminatif dari laki-laki. Kelompok internasional teolog perempuan, ketika bertemu di San Jose di Costa Rika, Desember 1994 atas undangan komisi perempuan EATWOAT mengungkapkan kenyataan ini. Kenyataan ketidakadilan dan diskriminatif masih dialami oleh perempuan pada zaman ini.
Keseluruhan uraian di atas menyatakan bahwa situasi ketidakadilan dan perendahan martabat kaum perempuan oleh laki-laki masih terjadi di zaman ini. Perendahan martabat perempuan dan manusia ini terjadi baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun di tingkat dunia. Tidak ada tempat dan ruang yang terhindar dari perilaku kejahatan ini. memang diakui bahwa kenyataan ini terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama dan biasanya tanpa sadar bahwa ini merendahkan martabat manusia.
ANALISIS TEOLOGIS: DIMANAKAH DAN SIAPAKAH ALLAH
Keseluruhan uraian di atas, mengantar kami pada suatu pikiran teologis tertentu, yakni teologi feminis. Teologi feminis dipilih karena teologi sesuai dengan apa yang ditulis dalam tulisan ini. Teologi feminis merupakan suatu gerakan kaum perempuan yang hendak mengkaji ulang pandangan agama-agama berkaitan dengan pandangannya mengenai Tuhan baik yang hidup dalam tradisi-tradisi maupun yang ada dalam kitab sucinya masing-masing.Para penggerak teologi ini mau memperbarui konsep teologi terutama konsepnya yang suborninatif terhadap kaum perempuan.Dalam Gereja Katolik kebangkitan gerakan ini merupakan suatu sumbangan yang amat berharga bagi Gereja.Selanutnya, dalam kitab suci diberikan gambaran mengenai situasi diskriminatif dan situasi social yang tidak adil dalam masyarat. Teks ini diambil dari Markus 5:24-34.
Teks ini berkisah mengenai Yesus yang menyembuhkan seorang perempuan yang mengalami sakit pendarahan. Perempuan ini, yang tidak dikenal, tanpa nama dan sendirian, menderita suatu penyakit badani yang membuat dia menanggung malu besar. Ia telah menderita sakit pendarahan itu secara tak putus-putusnya selama 12 tahun. Itu bukan saja penyakit fisik, melainkan juga berdampak pada kehidupan religious dan sosialnya.
Hukum taurat sangat keras berkenaan dengan apa yang membuat seorang wanita najis bagi kehidupan social dan kebaktian religious. Pendarahan bahkan dalam menstruasi pun, sudah dianggap membuat seorang perempuan najis. Selama pendarahan itu, ia diharamkan mengadaan hubungan seksual, demikian juga untuk memasuki Bait Allah orang-orang lain pun dilarang untuk menyentuh tubuh perempuan itu bahkan barang-barang kepunyaannya. Ia tidak dapat disentuh dan ia pun tidak boleh menyentuh siapa pun. Menyentuh badan seorang perempuan yang sedngdatang bulan sudah dianggap menajiskan dan mewajibkan seseorang untuk melaksanakan ritus penahiran.
Hukum demikian menempatkan batasan-batasan yang kaku terhadap seorang perempuan, atas martabat badaninya, atas kodratnya sebagai perempuan serta atas kehidupan emosioal dan seksualnya. Menjadi sasaran setiap bulan dari ritus seperti ini pasti menyebabkan rasa tertekan bagi seorang perempuan—akan tetapi hidup dalam keadaan seperti itu selama 12 tahun pasti merupakan siksaan yang mengerikan. Bukan hanya darah dari tubuhnya yang hilang tetapi juga kegembiraan menjadi seorang perempuan dan perasaan syukur atas karunia Allah menjadi seorang perempuan. Namun, bagaimanapun ia belum kehilangan imannya, kehendaknya untuk berjuang, hasratnya akan kebebasan dan kehausannya akan kasih.
Dalam teks injil tersebut, amat jelas ditampakkan gambaran mengenai realitas perempuan yang mengalami ketidakadilan dan sikap diskriminatif dalam masyarakatnya. Di sini, kita patut bertanya, di manakah Allah? Bagi perempuan dalam teks injil tersebut, wajah Allah ditemukannya dalam dirinya sendiri. Allah berdiam di sana ketika ia berani keluar dari kungkungan adat kebiasaan yang membelenggunya. Allah ditemukannya setelah dia mengalami kesembuhan dan pembebasan oleh Yesus. Wajah Allah ditemukannya juga di dalam figur Yesus dari Nazaret. Baginya, Yesus adalah Allah. Yesus adalah Tuhan karena Dia menyembuhkannya walaupun tanpa permintaan dan izinan terlebih dahulu. Dalam diri Yesus, dia mengalami Allah Pembebas.
Teks tersebut (Mrk 5:24-34) amat dekat dengan topik dan tulisan ini.Secara keseluruhan penelitian ini berujung pada persoalan mengenai perendahan martabat manusia.Di sini pun, kita pantas bertanya: di manakah Allah?
Dalam konteks dan situasi perendahan martabat manusia, Allah akan ditemukan dalam diri orang-orang yang menyadari adanya situasi perendahan martabat dalam masyarakatnya. Lebih daripada itu, Allah ada dalam diri orang-orang yang senantiasa dan sementara berjuang melawan situasi ketidakadilan tersebut. Allah akan berdiam dan ditemukan dalam masyarakat yang memperjuangkan pembaruan terhadap situasi tak adil.Allah akan dialami dalam situasi penuh damai. Allah merupakan surga itu sendiri. Allah merupakan kedamaian dan keadilan itu sendiri.
KEMBALI KE PREMIS AWAL
Sebelum mengalami situasi Koperasi Lunung Kunung, kami tidak pernah membayangkan bahwa kaum ibu memiliki keprihatinan terhadap masalah kemiskinan. Hal ini dilatari oleh situasi patriarkat yang melekat dalam struktur sosial masyarakat Flores di mana yang bertanggung jawab dalam mengurus soal perekonomian adalah kaum laki-laki. Dengan penelitian ini, cara pandang kami dirombak. Ternyata, posisi terpinggirkan dalam struktur sosial tidak menjadi hambatan bagi kaum perempuan untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang terjadi.
Dalam pengandaian awal, kami sangat yakin bahwa koperasi merupakan wadah untuk turut berpartisipasi dalam membangun perekonomian. Dengan mengambil bagian dalam keanggotaan koperasi, masyarakat berjuang untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan kecendurungan untuk menghabiskan (perilaku konsumtif) ketimbang menabung. Namun, sangat disayangkan bahwa masyarakat justru menjadikan koperasi sebagai sarana untuk mempermudah dan merawat perilaku konsumtif. Menjadi anggota koperasi ternyata juga termotivasi untuk memperoleh kredit yang sulit mereka peroleh dari bank. Hal ini sangat jelas ketika anggota koperasi hanya berjuang untuk melunasi simpanan wajib sementara untuk simpanan nonsaham sangat kecil. Kenyataan ini juga tampak dari penunggakan angsuran pinjaman.
Koperasi merupakan badan usaha milik bersama. Saling percaya di antara anggota untuk menciptakan kesejateraan bersama dijunjung tinggi. Sangat disayangkan bahwa anggota kurang ada rasa memiliki koperasi. Anggota hanya merasa memiliki koperasi ketika mereka mendapkan kredit dari koperasi. Tetapi selibihnya, maju-mundurnya koperasi hanya menjadi tanggung jawab pengurus dan pengelola. Bukan tidak mungkin bahwa situasi ini yang membuat anggota koperasi lalai untuk melunasi simpanan wajib dan menunggak angsuran pinjaman yang berimbas pada anggota lain yang membutuhkan kredit dari koperasi.
Salah satu nilai yang diperjuangkan oleh koperasi adalah kesetaraan. Kesetaraan ini menjadi pokok persoalan yang melekat erat dengan Koperasi Lunung Kunung. Betapa tidak, koperasi ini didirikan oleh kaum perempuan dan hingga kini anggota paling dominan adalah kaum perempuan. Komitmen mereka untuk terlibat dalam pembangunan ekonomi berbenturan dengan struktur sosial yang menempatkan mereka sebagai kaum kelas dua. Hemat kami, dengan mempelajari berbagai persolan yang ada, berbagai masalah tersebut berakar pada perendahan martabat perempuan. Kemampuan kaum perempuan diragukan dan kaum perempuan tidak bisa dengan bebas mengaktulisasikan dirinya. Ada niat yang tulus dari kaum perempuan untuk memperbaiki situasi kemiskinan. Tetapi, ketulusan mereka dihalangi oleh kepongahan kaum laki-laki. Kesetaraan masih menjadi barang langka yang harus diperjuangkan. Koperasi Lunung Kunung telah mulai menampilkan ke hadapan laki-laki, bahwa kaum perempuan juga bisa berbuat sesuatu untuk sebagaimana yang bisa dibuat oleh laki-laki. Tidak mengherankan bahwa meskipun diposisikan sebagai kaum marginal dalam struktur sosial, kaum perempuan berani untuk bangkit. Menariknya bahwa dalam perjuangan itu, mereka tidak bergantung kepada kaum laki-laki.
MELANJUTKAN PERJALANAN: KEADILAN GENDER
Perendahan martabat perempuan sangat melekat erat pada budaya patriarkat. Budaya patriarkat telah melanggengkan kaum laki-laki sebagai pusat di dalam semua bidang kehidupan. Namun, perendahan terhadap martabat perempuan tidak saja melekat pada budaya patriarkat tetapi juga dalam perilaku yang menjadikan pengalaman kaum laki-laki sebagai pusat di dalam semua bidang kehidupan. Pola semacam ini disebut androsentrisme yaitu segala sesuatu yamg bertalian dengan kaum laki-laki menjadi sebuah kaidah umum, sedangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kaum perempuan dipandang sebagai sebuah pengecualian. Dalam bentuknya yang ekstrim, adrosentrisme pada dasarnya membayangkan laki-laki sebagai makhluk yang paling merdeka dan sekaligus sebagai penentu yang mampu menetapkan sendiri makna keberadaannya. Sedangkan di pihak lain, kaum perempuan adalah sebagai pribadi yang lain dalam artian bahwa merupakan objek yang maknanya ditentukan oleh kaum laki-laki.
Cara pandang seperti ini merupakan bentuk perendahan martabat manusia. Tak dapat dipungkiri bahwa baik laki-laki maupun perempuan melekat dalam dirinya hak asasi manusia yang sama. Karena itu, kaum laki-laki dan perempuan berada dalam relasi yang setara. Untuk memahami kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, baiklah kita berkiblat ke dokomen Konsili Vatikan II terutama Kontitusi Pastoral tentang Gereja di dunia dewasa ini (Gaudium et Spes).
Dalam Gaudium et spes ditegaskan bahwa manusia diciptakan menurut Gambar Allah. Kepada manusia telah dianugerahkan berbagai keistimewaan yang melampaui segala sesuatu yang ada. Anugerah Allah itu juga mengandung dalam dirinya suatu tanggung jawab untuk memaknai dan menjalani hidup menurut rencana Allah. Di sini, manusia bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan pribadi dalam segala dimensinya sehingga manusia dapat berjumpa dengan Allah dalam kesempurnaan.
Penghargaan manusia sebagai ciptaan yang menyerupai gambar Allah tidak hanya menyangkut hal rohaniah tetapi juga hidup jasmaniah. Sehingga Gaudium et spes menegaskan bahwa manusia tidak boleh meremehkan hidup jasmaninya. Lebih lanjut dalam artikel 26 ditegaskan demikian:
“...sudah seharusnyalah bagi manusia disediakan segala sesuatu yang dibutuhkannya untuk hidup secara sungguh manusiawi, misalnya nafkah, pakaian, perumahan, dan untuk dengan bebas memilih statusnya dan untuk membentuk keluarga, hak atas pendidikan, pekerjaan, nama baik, kehormatan, informasi yang semestinya, hak untuk bertidak menurut norma hati nuraninya yang benar, hak atas perlindungan hidup perorangannya dan atas kebebasan yang wajar....”
Kutipan di atas menegaskan tentang pentingnya usaha dari setiap manusia dalam memenuhi segala kebutuhan dasariahnya. Setiap manusia berkewajiban untuk menghormati badannya sendiri sebagaimana yang diciptakan oleh Allah. Untuk menjamin tugas itu, Allah telah menjamin kebebasan dalam diri setiap manusia. Sangat jelas ditegaskan bahwa manusia hanya dapat berpaling pada kebaikan bila ia bebas. Kebebasan yang sejati merupakan tanda yang mulia Gambar Allah dalam diri manusia. Rahmat kebebasan itu memberikan kemungkinan untuk memaknai keutuhan pribadinya menurut keputusannya sendiri. Manusia dituntut bertindak menurut pilihannya yang sadar dan bebas. Tindakan manusia dipuji jika tindakannya digerakkan dan didorong secara pribadi dari dalam dan bukan karena rangsangan hatiyang buta atau semata-mata karena paksaan dari luar. Secara singkat, ketuhan pribadi manusia mengandaikan otonomi. Manusia benar-benar menjadi tuan atas dirinya sendiri.
Dalam GE artikel 27, bapak-bapak konsili menegaskan soal kesetaraan antara semua manusia. Di situ, Konsili menekankan sikap hormat terhadap manusia, sehingga setiap orang wajib memandang sesamanya, tak seroangpun terkecualikan sebagai dirinya yang lain. Lebih jauh, GE menegaskan demikian: “Memang karena pelbagai kemampuan fisik maupun kemacam-ragaman daya kekuatan intelektual dan moral tidak dapat semua orang disamakan. Tetapi, setiap cara diskriminasi dalam hak-hak asasi pribadi , entah bersifat sosial entah budaya, berdasarkan jenis kelamin, suku, warna kulit, kondisi sosial, bahasa atau agama, harus diatasi dan disingkirkan karena bertentangan dengan maksud Allah”
Bertolak dari ajaran di atas, menjadi jelas bahwa perendahan martabat sesama dan dalam hal ini kaum perempuan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kehenak Allah. Lebih jauh, ajaran di atas sebenarnya suatu imperatif bagi semua kaum beriman untuk mengembalikan martabat kaum perempuan seturut Kehendak Allah sendiri. Dengan demikian, setiap umat beriman harus bertobat dan berani bersaksi demi pemulihan gambar Allah yang sudah dinodai oleh ulah manusia sendiri. Pertobatan tersebut menjadi nyata dalam setiap usaha untuk membebaskan perempuan dari perilaku dan budaya yang cenderung memposisikan perempuan di bawah dominasi laki-laki. Kaum perempuan harus memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mengaktualisasikan diri sebagai rekan kerja Allah dalam karya keselamatan.
*Catatan: Tulisan ini merupakan bagian dari tugas Mata Kuliah Teologi Sosial di STFK Ledalero
DAFTAR PUSTAKA
Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab. Jakarta: LAI, 2001
Hardawiryana, R (penterj.), Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor, 2002
Clifford, Anne M. Memperkenalkan Teologi Feminis. Maumere: Ledalero, 2002
Kirchberger, Georg dan John M. Prior (Eds.). Hidup Menggereja Secara Baru di Asia: Musyawarah Paripurna FABC VII (Jilid II). Ende: Nusa Indah, 2001
Kirchberger, Georg dan John M. Prior (Eds.). Mengendus Jejak Allah: Dialog dengan Masyarakat Pinggiran (Jilid I). Ende: Nusa Indah, 1997
Notosusanto, Smita dan E. Kristi Poerwandri (Peny.). Perempuan dan Pemberdayaan. Jakarta: Obor, 1997
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto (ed.), Teori-Teori Kebudayaan (online). Yogyakarta: Kanisius, 2005
Tisera, Guido (Ed.). Mengolah Konflik—Mengupayakan Perdamaian. Maumere: LPBAJ, 2002
Herry-Priyono, B. “Ekonomi dan Budaya yang Menjelma” dalam Spektrum XXXV (2007), No. 4
Kantus, Siprianus dan Sr. Eustochia, ”Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F) Divisi Perempuan: Profil dan Kiprah dalam Praksis Iman” dalam Akademika Vol. VI No. 2, 2009/2010
Mirsel, Robert. “Pengembangan Transformatif: Kepedulian terhadap Sesama dan Partisipasi Masyarakat (Sebuah Studi di Kabupaten Sikka Tahun 2009)” dalam Jurnal Lelalero Vol. 9 No. 2 Desember 2010
Turang, Petrus. “Ecclesia in Nusa Tenggara: Daya Tahan Umat di Daerah Perbatasan (Laporan dari Sidang Pastoral VI Regio Nusa Tenggara di Weetebula, Juli 2003)” dalam Sawi No. 18, Oktober 2003
Pos Kupang, No. 57/XX, 20 Februari 2012
Pos Kupang, No. 89/XX, 5 Maret 2012
Pos Kupang, No. 109/XX, 26 Maret 2012
Pos Kupang, No. 93/XX, 9 Maret 2012
Pos Kupang, No. 61/XX, 6 Februari 2012
Flores Pos, No. 103/ XII, 7 Februari 2012
Avélandobolo,Urbanus Xaverius Landa. “Merayakan Pesta dan Habitus Baru” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Komuni_Pertama, diakses pada 18 Januari 2012.
CUCO - INDONESIAMASA LALU, KINI DAN AKAN DATANG dalam http://cucoindo.org/index.php?option=com_content&task=view&id=35&Itemid=150&phpMyAdmin=wEObNH-Z-tGCp0kElDBuD5P4Ghc&lang=en, diakses pada tanggal 4 Mei 2012
http://www.komisikepolisianindonesia.com/secondPg.php?cat=umum&id=2026, diakses pada 18 Januari 2012.
Buku Katalogus Angota Kopdit Lunung Kunung
Kopdit Lunung Kunung. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Dan Pengawas Tahun Buku 2010
Kopdit Lunung Kunung. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Dan Pengawas Tahun Buku 2011
Agutina Ero Parera, Wawancara, 2 Maret dan 4 Mei 2012
Mama Mery, Wawancara, 1 Juni 2011
Paulus Tana, Wawancara, 1 Juni 2012
Theresia Pince dan Paulus Tana, Wawancara, 1 Juni 2012